PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/ calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manjemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratansesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
1Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak - biasanya pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Oleh karena sistem pemungutan pajak yang dianut di negara kita adalah
Self Assestment System
dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (mengisi sendiri SPT), maka dalam penyampaian SPT nantinya harus melaporkan buktibukti yang mendukung penghitungan pajak terutang. Bagi wajib pajak yang mengadakan pembukuan, bukti tersebut berupa laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, seperti daftar penghitungan penyusutan, daftar piutang yang dihapuskan, penghitungan alokasi biaya kantor pusat, dll. Dari segi akuntansi, pedoman penyusunan laporan keuangan di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam hal penghitungan pajak yang terutang pedoman yang digunakan adalah Peraturan Perpajakan (UU No 10 tahun 1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991 dan peraturan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
2perpajakan lainnya). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sendiri tidak secara spesifik mengatur akuntansi terhadap Pajak Penghasilan. Biaya pajak penghasilan selama ini dianggap sama dengan utang pajak penghasilan (kas) yang penghitungannya didasarkan pada laba (penghasilan) menurut perpajakan. Di sisi lain, laporan keuangan yang dibuat perusahaan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan eksternal (individual investor) sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomik dan pihak internal untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu perusahaanperusahaan besar mengutamakan menyusun laporan keuangan komersial untuk menunjukkan informasi yang realistis. Laporan laba rugi yang disusun secara komersial tersebut menghasilkan laba sebelum pajak, sedangkan laporan laba rugi fiskal menghasilkan laba kena pajak. Ketidaksamaan antara pedoman dalam SAK dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak yang salah satunya adalah digunakannya dasar akrual dalam akuntansi sementara dalam peraturan perpajakan tidak secara murni digunakan dasar akrual tersebut ataupun murni dasar tunai. Laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasar ketentuan SAK. Laba kena pajak (
taxable income
) adalah laba untuk tujuan pajak (“Penghasilan Kena Pajak”), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
3pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar laba kena pajak tersebut, perusahaan mungkin hanya melakukan penyesuaian laba rugi komersial atau bahkan membuat dua laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan yang berbeda tersebut. Negara-negara tertentu tidak membedakan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Dalam kondisi yang demikian, memilih konsep laba mana yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan maupun mencari penyebab perbedaannya tidaklah perlu. Di Amerika Serikat, akuntansi terhadap pajak penghasilan masih menjadi isu yang kontroversial terutama pada masalah alokasi Pajak Penghasilan akibat dari
timing differences
. Artikel ini akan membahas mengenai penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal). Perbedaan pedoman dalam akuntansi dengan perpajakan juga secara tidak langsung akan membuat laporan keuangan komersial (dibuat berdasar Standar Akuntansi Keuangan), yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pemakai secara umum berbeda dengan laporan keuangan fiskal (dibuat berdasar peraturan perpajakan), yang biasanya dibuat untuk memenuhi kepentingan perpajakan (fiskus). Pembahasan juga disertai dengan ilustrasi sederhana mengenai pengaruh perbedaan-perbedaan tersebut dan bagaimana penyesuaiannya untuk memperoleh laporan keuangan fiskal. Sehingga meskipun terdapat perbedaan kepentingan antar pemakainya tetapi
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
4perusahaan tidak perlu membuat dua atau lebih laporan keuangan yang berbeda. Khususnya dalam penyajian laporan laba rugi, jumlah laba sebelum pajak disesuaikan/ direkonsiliasi dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah perbedaan tersebut sehingga diperoleh jumlah laba kena pajak yang benar menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. 2.
Rumusan Masalah
Apa penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal) ?
B. Pembahasan
Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba yang membuat laba dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal berbeda secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
1. Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba 1.1. Perbedaan Tujuan atau Sasaran Perusahaan
Pada dasarnya terdapat berbagai rumusan tentang tujuan perusahaan yang biasanya tidak merupakan satu kesatuan tetapi tujuan tersebut bahkan mengandung makna kemenduaan. Disatu sisi, Financial objectives suatu perusahaan adalah a) Memaksimalkan
return on assets
, b) memaksimalkan
shareholders
’ ataupun
stakehoders’wealth
,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
5c) Memaksimalkan
net
incomeatau
yang lain. Sedangkan di sisi yang lain,
taxation objectivenya
adalah meminimalkan pembayaran pajak (
minimizing tax-payments
) terutama perusahaan-perusahaan non BUMN dan BUMD tentunya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua tujuan tersebut nampaknya bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga membuat tidak terdapatnya
complete agreement
antara laba akuntansi (
accounting-income / pretax financial income
) dengan laba kena pajak (
taxable-income
). Tugas manaje-men adalah justru mencari atau bahkan menciptakan variabel-variabel yang membuat perbedaan tersebut yang berakibat berkurangnya pajak yang terutang sehingga tujuan minimisasi pajak tidak dipandang sebagai tujuan yang terpisah dengan tujuan finansialnya.
1.2. Perbedaan ekonomis
Perbedaan kedua pendekatan (komersial dan fiskal) juga akan bermakna ekonomis dalam pengambilan keputusan, tidak hanya bagi pihak eksternal tetapi juga bermakna ekonomis bagi pihak internal seperti manajemen suatu perusahaan. Manajemen biasanya dituntut untuk paling tidak mengambil suatu keputusan terutama dalam hal: d) investasi, e) pendanaan dan f) dividen.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
6Keputusan yang diambil manajemen merupakan pilihan satu diantara berbagai alternatif yang tersedia. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan, manajemen harus selalu mempertimbangkan hal-hal yang dianggap relevan baik dari segi
revenue, cost, timevalue of money
maupun dari segi lain. Ketiga keputusan tersebut juga tidak terlepas dari salah satu variabel yang mempengaruhi yaitu pajak khususnya pajak penghasilan. Keputusan investasi misalnya, informasi relevan yang perlu dipertimbangkan adalah aliran kas masuk setelah pajak (
after-tax cashflows
), yang berarti memasukkan pajak sebagai salah satu variabel penghitungannya. Demikian pula dalam kaitannya dengan keputusan pendanaan, informasi relevan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah biaya modal sesudah pajak (
after-tax cost of capital
). Keputusan dividen hendaknya mempertimbangkan dua faktor penting yaitu
liquidity test dan bankruptcy test
.
1.3. Area Perbedaan
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak menurut akuntansi dengan laba kena pajak menurut perpajakan secara lebih rinci dikategorikan dalam: Perbedaan waktu (
timing/temporarydifferences
), Perbedaan permanen (
permaent differences
), Perbedaan lain-lain (
other
differences
). Perbedaan Waktu dan Perbedaan
Permanen
Timing differences
(Perbedaan Waktu/ Sementara) didefinisikan oleh APB (FASB, 1989: 151 dalam Sugiri: hal 80) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara periode-periode
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
7pengakuan transaksi-transaksi yang mempengaruhi laba kena pajak (
taxable income
) dan periode-periode pengakuan transaksi-tranaksi tersebut dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak”. Setiap
timing differences
berasal dari satu periode akuntansi tertentu yang mempengaruhi laba kena pajak atau laba akuntansi dan kemudian berbalik pada satu atau lebih periode berikutnya. Empat tipe transaksi yang akan menimbulkan
timing differences
diuraikan sebagai berikut: Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dimasukkan dalam laba kuntansi sebelum pajak. Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos ter-sebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak.
Permanent differences
(perbedaanpermanen/tetap) didefinisikan oleh APB (Klinger dan Savage, 1988 dalam Sugiri) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang muncul dari transaks-transaksi yang berdasarkan UU atau aturan perpajakan, tidak akan terhapus oleh selisih-selisih yang bersangkutan pada periode-periode yang lain”. Di Indonesia, ada dua bentuk perbedaan dalam perlakuan pos rekening yang mempengaruhi penghitungan laba rugi (Tjahjono, 1997: 501), yaitu: “Pertama, perbedaan tetep adalah transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui akuntansi tetapi tidak boleh diakui oleh pajak (peraturan pajak) atau sebaliknya. Kedua, perbedaan waktu adalah perbedaan pengakuan pendapatan atau biaya untuk penghitungan laba”. Suatu transaksi pendapatan atau biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
8sudah diakui akuntansi sehingga dilaporkan (dibukukan) dalam laporan keuangan periode tertentu tetapi menurut perpajakan diperhitungkan pada periode yang berbeda (ataupun dicatat dengan jumlah yang berbeda), dan sebaliknya. Dengan demikian perbedaan waktu ini hanya menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode saja sedangkan secara akumulasi (totalnya) tidak menyebabkan adanya perbedaan. Atau perbedaan disatu atau beberapa periode akan tertutup oleh periode yang lainnya. Kedua perbedaan tersebut terjadi karena terdapat terminologi yang berbeda dalam konsep akuntansi yang selanjutnya didasarkan pada SAK dengan peraturan perpajakan yang selanjutnya didasarkan pada Peraturan Perpajakan yang berlaku di Indonesia (UU No 10 tahun 1994 dan peraturan perpajakan lainnya). Penghasilan didefinisikan (SAK, Kerangka Dasar) sebagai: “ kenaikan manfaat ekonomis selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanammodal”. Menurut versi ini, penghasilan (
income
) meliputi baik pendapatan (
revenue
) yang timbul karena aktivitas perusahaan yang biasa seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, dividen, royalti dan sewa maupun keuntungan (gains) seperti pos yang timbul karena pengalihan aktiva tak lancar, keuntungan yang belum direalisasi (revaluasi sekuritas yang dipasarkan dan kenaikan jumlah aktiva jangka panjang). Sedangkan menurut UU No 10 tahun1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
9tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 tahun 1991, Penghasilan didefinisikan sebagai: “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasaldari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Menurut versi ini, penghasilan dikelompokkan menjadi (Mardiasmo, 1997: 57):1) Penghasilan dari pekerjaan (hubungankerja), 2) Penghasilan dari kegiatanusaha, 3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, 4) Penghasilan daripekerjaan bebas, dan 5) Penghasilan lain-lain (yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya). Di sisi lain, biaya atau beban oleh Standar Akuntansi Keuangan didefinisikan sebagai: “penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Beban atau biaya yang dimaksud di sini meliputi beban yang timbul dari pelaksanaan aktivitas utama perusahaan seperti: beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan maupun kerugian yang timbul yang tidak ada kaitan langsung dengan aktivitas perusahaan yang mencerminkan pengurangan manfaat ekonomi, seperti: rugi karena bencana alam, selisih kurs,dll. Menurut UU Perpajakan, pengurang penghasilan bruto atau “biaya” (tidak semua biaya merupakan pengurang penghasilan bruto dan tidak semua
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
10pengurang penghasilan bruto adalah biaya), didefinisikan sebagai: “biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berujud; iuran kepada dana pensiun; kerugian atas penjualan atau pengalihan harta; kerugian karena selisih kurs: biaya penelitian dan pengembangan per-usahaan yang dilakukan di Indonesia: biaya bea siswa, magang dan pelatihan”. Dalam akuntansi, semua barang atau jasa yang digunakan untuk merealisasikan pendapatan dalam suatu periode akuntansi disebut sebagai biaya, tetapi dalam perpajakan, konsep biaya dibedakan menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (
deductibleexpense
) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible expense). Dengan kata lain, tidak semua biaya (dalam pengertian akuntansi) dapat sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perpajakan. Pengurang penghasilan bruto (“biaya”) dalam pengertian perpajakan telah diatur/ditetapkan secara terinci sesuai pasal 6 ayat 1 poin a) s /d g), pasal 2 (pengurang penghasilan karena kompensasi kerugian) dan pasal 3 (Penghasilan Tidak Kena Pajak - khusus untuk Wajib PajakOrang Pribadi).
2. Pengaruh Area Perbedaan Terhadap Laporan Keuangan Perbedaan Waktu.
Beberapa faktor yang jelas-jelas menyebabkan terjadinya perbedaan waktu, antara lain adalah:
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
112.1. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva Berujud dan Amortisasi
Aktiva Sumber Alam & Aktiva Tak Berujud. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva berujud merupakan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) dari suatu aktiva yang dialokasikan berdasar suatu dasar yang sistematis dan beralasan selama masa manfaat aktiva tersebut. Biaya depresiasi ini menjadi penyebab beda waktu karena terdapat beberapa metode yang berbeda yang dianut oleh akuntansi dan oleh perpajakan sehingga membuat pengalokasian ke masing-masing tahun berbeda meskipun jumlah totalnya menjadi sama. Perbedaan biaya ini hanya berpengaruh pada laba rugi perusahaan antar satu periode dengan periode lainnya tetapi jumlah keseluruhan yang dapat disusutkan tersebut akhirnya akan dinikmati pula oleh periode-periode selama masa manfaat aktiva tersebut. Sehingga setelah masa manfaat aktiva tersebut berakhir jumlah pengurang penghasilan (biaya) akan sama, dialokasikan dengan jumlah yang berbeda untuk setiap periodenya. Perbedaan jumlah yang dialokasikan tersebut tergantung pada faktor penentu depresiasi. Perbedaan faktor penentu depresiasi menurut akuntansi dan perpajakan adalah: 1) metode depresiasi, 2) penentuan masa manfaat aktiva tetap, 3) perlakuan nilai residu (nilai sisa). Penjelasan ini dapat secara sistematis dilihat pada tabel 1.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
12 Sebagai ilustrasi: PT AKBAR mempunyai suatu aktiva tetap yang dibelidan mulai digunakan awal bulan Januari1995. Aktiva tersebut diperoleh dengan harga Rp 50 juta, manajemen menaksir umur ekonomis aktiva tersebut adalah 5 tahun. Dalam 5 tahun tersebut diperkirakan akan menghasilkan5.000.000 unit produk dengan perincian: 5 tahun berturut-turut adalah: 1 juta unit, 1,5 juta unit, 1 juta unit, 1 juta unit dan 500.000 unit. Menurut ketentuan perpajakan aktiva tersebut bukan bangunan dan termasuk golongan I. Penghitungan depresiasi setiap tahun selama umur
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
13ekonomis aktiva tersebut dengan beberapa alternatif metode depresiasi tampak pada tabel 2A dan2B.
Dari tabel 2B di atas menunjukkan bahwa jika tanpa ada nilai residu maka total depresiasi selama lima tahun atau empat tahun adalah sama. Meskipun pengaruh depresiasi terhadap penghitungan laba (rugi) setiap tahunnya berbeda tetapi setelah habis masa manfaatnya aktiva tersebut akan terdepresiasi dengan jumlah yang sama. Artinya hanya alokasi pengurangan terhadap pendapatan saja yang tidak sama tetapi perbedaan tersebut akan terkompensir di tahun-tahun yang lain sehingga secara
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
14akumulatif pengurang pendapatan yang bersumber dari depresiasi akan sama. Oleh karena perpajakan (fiskal) menganggap bahwa tidak terdapat nilai residu (nilai sisa) untuk metode saldo menurun adanya nilai sisa langsung dibebankan pada tahun terakhir maka baik tabel 2A maupun tabel 2B didapatkan penghitungan total depresiasi selama masa manfaat aktiva dengan jumlah yang sama. Hal ini akan berbeda dengan pendekatan komersial dimana diakui adanya nilai residu untuk menentukan jumlah yang disusutkan (
depreciableamount
). Dalam kondisi yang demikian maka total penghitungan depresiasi selama lima tahun dari tabel 2A dan 2B menjadi berbeda yang berarti akan mempengaruhi perbedaan penghitungan laba rugi secara akumulatifnya. Dari kedua tabel di atas, jika manajemen menaksir adanya nilai residu suatu aktiva berujud pada akhir masa manfaatnya maka depresiasi bukan merupakan beda waktu. Beda waktu terjadi jika suatu aktiva tetap berujud tidak mepunyai nilai sisa (karena fiskal tidak mengakui adanya nilai sisa sedangkan komersial mengakuinya), sehingga total depresiasi dengan metode apapun selama masa manfaat aktiva tersebut tidak mempengaruhi penghitungan laba rugi baik menurut pendekatan fiskal maupun komersial. Amortisasi aktiva tak berujud (seperti hak paten, hak cipta, franchaise, merk dagang, dan goodwill) pada prinsipnya analog dengan depresiasi aktiva berujud. Artinya mekanisme pengaruhnya terhadap perbedaan sementara (waktu) laporan keuangan fiskal adalah sama dengan uraian di atas. Untuk menghitung amortisasi setiap tahunnya, aktiva tak berujud (menurut fiskal) juga dikelompokkan menjadi empat dengan alternatif
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
15penggunaan metode depresiasi Garis Lurus dan Saldo Menurun dengan sisa nilai buku dihabiskan pada tahun terakhir. Sementara menurut akuntansi hanya dibatasi masa manfaat aktiva tersebut tidak boleh lebih dari 20 tahun, sedangkan metode depresiasi yang dianjurkan adalah Garis Lurus namun diperbolehkan menggunakan metode lain yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Amortisasi aktiva sumber alam (meliputi: penambangan minyak dan gasbumi, hak penguasaan hutan, hak penguasaan sumber alam serta sumberlain) dengan masa manfaat lebih dari satu tahun akan diamortisasi dengan metode garis lurus atau satuan produksi menurut akuntansi. Dalam ketentuan fiskal, metode amortisasi yang digunakan adalah satuan produksi dengan catatan untuk aktiva selain penambangan minyak dan gas bumi dilakukan amortisasi maksimal 20% per tahun. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial untuk menghitung laba kena pajak adalah dengan: 1)mencari selisih depresiasi (amortisasi) menurut penghitungan akuntansi dengan menurut fiskal, 2) jika depresiasi menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut fiskal maka selisih tersebut ditambahkan pada laba sebelum pajak, dan sebaliknya, 3) sejumlah selisih tersebut juga dikurangkan dari akumulasi depresiasi dalam neraca.
2.2 Penilaian Persediaan
Dalam perpajakan, persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan secara rata-
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
16rata (
average
) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang disebut dengan FIFO (First In First Out) / MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama). Dalam akuntansi banyak metode bisa digunakan untuk menentukan besarnya persediaan dan harga pokok penjualan, diantaranya adalah metode FIFO/MPKP, LIFO (Last In First Out) / MPKT (Masuk Pertama KeluarTerakhir), Rerata Tertimbang atau metode lain. Beda waktu terjadi jika pendekatan untuk membuat laporan keuangan komersial berbeda dengan kepentingan fiskal. Sebagai ilustrasi: PT Perdana adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan makanan. Oleh karena produk ini mempunyai batas kadaluwarsa (
expired date
) maka biasanya pembeli selalu membeli/memilih barang yang terbaru, sedangkan barang-barang yang lebih baru biasanya masuk terlebih akhir (terjual lebih awal). Oleh karena itu agar diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen maka dipilihlah metode LIFO untuk menghitung harga pokok persediaan akhir maupun harga pokok penjualan. Alasan memilih metode ini adalah perusahaan ini bergerak dibidang penjualan makanan. Sementara untuk kepentingan fiskal hanya ada dua alternatif metode yaitu FIFO dan Average, sedangkan PT Perdana menggunakan metode FIFO. Data (disajikan secara sederhana) mengenai persediaan awal, pembelian dan penjualan PT Perdana adalah sebagai berikut: persediaan awal tahun 1998 10 unit @ Rp 5.000 tahun, pembelian selama tahun 1998 20 unit @Rp 6.000, tahun 1999 25 unit @ Rp7.000, penjualan selama tahun 1998adalah 15 unit @ Rp 8.000, tahun 199940 unit
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
17@ Rp 9.000. Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokokpenjualan (HPP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan tampakdalam tabel 3.
Akibat perbedaan metode maka alokasi HPP berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba kotor yang berbeda. Namun demikian perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan dikompensir pada periode berikutnya. Dalam kasus di atas, setelah dua tahun,secara total laba kotor untuk pendekatan komersial dan fiskal menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya saling hubungan antara elemen dalam penghitungan laba atau rugi perusahaan, yaitu persediaan akhir periode tertentu merupakan persediaan awal periode berikutnya. Pembahasan ini juga berlaku untuk penilaian terhadap sekuritas atau surat-surat berharga. Jika persediaan akhir menurut komersial dalam suatu periode lebih besar daripada menurut fiskal maka penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: 1) laba sebelum pajak dikurangi dengan selisih persediaan tersebut, 2) persediaan barang dalamaktiva - neraca komersial dikurangi sejumlah selisih persediaan tersebut, dan sebaliknya.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
182.3 Penghapusan Piutang
Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa “piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih”. Dalam akuntansi sendiri sebenarnya dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu: metode langsung dan metode cadangan. Dalam metode langsung, kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih sesuai dengan kebijakan perusahaan atau pernyataan debitur. Dengan demikian pengakuan kerugian piutang sebagai pengurang pendapatan baru dilakukan pada tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut. Dalam metode cadangan, pada setiap akhir suatu periode dibentuklah cadangan kerugian piutang untuk menaksir jumlah piutang yang sekiranya tidak dapatdi tagih pada periode berikutnya. Pada saat pembentukan cadangan ini perusahaan mengakui adanya kerugian piutang sedangkan pada saat benar-benar terjadi piutang yang tidak tertagih (piutang harus dihapus) maka tidak lagi engakui adanya kerugian piutang tetapi hanya menghapus piutang dan membebankannya ke rekening cadangan erugian piutang yang telah dibentuk ebelumnya. Pernyataan SAK di atas mengandung makna agar akuntansi di Indonesia menganut metode cadangan dalam penghapusan piutang. Dalam perpajakan, salah satu komponen tidak diperbolehkan sebagai pengurang
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
19penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, usaha pertambangan sebagai cadangan biaya reklamasi. Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih.Hal ini berarti metode yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Perbedaan pengurangan kerugian piutang dari pendapatan dalam laporan laba rugi hanya dalam waktu pengakuan kerugian piutang saja dan akan saling menutup pada periode yang lain. Sebagai contoh: PT Perdana menggunakan metode cadangan dalam menghapus piutangnya. Pada akhir tahun 1997, dengan analisis umur piutang dan berdasar pengalaman tahun-tahun lalu diperkirakan bahwa jumlah piutang yang tidak dapat tertagih di tahun 1998 adalah Rp 200.000. Menurut akuntansi, pengakuan kerugian piutang dilakukan tahun 1997 dengan membentuk cadangan kerugian piutang sebesar Rp 200.000. Pengakuan kerugian piutang ini akan mempengaruhi berkurangnya laba sebelum pajak sebesar Rp 200.000 di tahun 1997. Jika tahun 1998 piutang sebesar Rp 200.000 benar-benar tidak bisa ditagih (karena perrnyataan debitur yang bangkrut atau alasan lain) maka laba (rugi) tahun 1998 tidak terpengaruh oleh adanya penghapusan piutang tersebut karena penghapusan ini hanya mengurangi piutang dagang dan cadangan kerugian
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
20piutang sedangkan kerugian piutangnya sudah diakui di tahun 1997. Menurut perpajakan, oleh karena tidak diperbolehkan membentuk cadangan maka kerugian piutang baru diakui pada tahun terjadinya penghapusan piutang yaitu tahun 1998. Akibatnya adalah jika perusahaan dalam kondisi laba di tahun1997 maka laba tersebut tidak terpengaruh (berkurang) oleh kerugian piutang sebesar Rp 200.000, tetapi labadi tahun 1998 baru terpengaruh oleh kerugian piutang, yaitu turun (berkurang) sebesar Rp 200.000. Dengan demikian selama dua tahun berturut-turut secara akumulatif kerugian piutang sebesar Rp200.000 akan berpengaruh sama baik menurut akuntansi maupun menurut perpajakan. Penjelasan penghitungan secara detail tampak dalam tabel 4 berikut.
Penyesuaian untuk laporan keuangan fiskal adalah: 1) laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi tahun 1997 (tahun pembentukan cadangan) ditambah dengan Rp 200.000 (sebesar kerugian piutang yang diakui tahun tersebut) untuk memperoleh laba kena pajak tahun 1997, laba sebelum pajak tahun 1998 ditambah dengan Rp 200.0002) rekening cadangan kerugian piutang dalam neraca komersial tahun 1997 dikurangi dengan Rp 200.000, untuk tahun 1998 ditambah Rp 200.000 (sebesar penghapusan piutang /
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
21piutangyang benar-benar tidak tertagih di tahun tersebut). Selain ketiga faktor perbedaan waktudi atas sebenarnya masih terdapat beberapa faktor yang kemungkinan bisa membuat terjadinya perbedaan waktu tetapi belum secara tegas diatur dalam ketentuan perpajakan sedangkan dalam akuntansi telah mengaturnya. Faktor-faktor tersebut adalah: Pengakuan pendapatan dari hasil penjualan angsuran Biaya diterima di muka Beban jaminan gratis
Foreign currency translation Leasing
Biaya Sebelum masa operasi
Unremitted eranings
of subsidiaries Perlakuan bunga dalam masakonstruksi Secara umun dapat dikatakan bahwa perbedaan waktu, meskipun menyebabkan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode berbeda tetapi secara akumulasinya akan berjumlah sama dan hanya alokasi/pembebanan antar periode saja yang tidak sama. Oleh karena itu pengaruh perbedaan waktu ini dalam satu periodeakan ditutup oleh periode yang lain atau pengaruhnya terhadap laporan keuangan (khususnya laporan laba rugi) hanya bersifat sementara. Perbedaan Permanen. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan permanen dikelompokkan kedalam: 1.
Adanya penghasilan yang merupakan obyek pajak yang bersifat final
, meliputi: Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan karena transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan, penghasilan dari hadiah undian, penghasilan bunga atas diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, penghasilan sewa (tanah
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
22bangunan), dll. Beberapa contoh penghasilan tersebut menurut akuntansi akan ditambahkan pada laba usaha dalam periode direalisasikannya penghasilan tersebut sehingga dalam laporan labaruginya, pos pendapatan akan ditambah dengan jumlah penghasilan-penghasilan di atas sebagai kelompok pendapatan diluar usaha. Sedangkan dalam perpajakan, tidak lagi digabungkan dengan pos penghasilan bruto karena sudah dikenakan pajaknya langsung pada saat penghasilan itu terjadi (dengan tarip tertentu) oleh pemungut/pemotongnya. Jumlah penghasilan tersebut tidak perlu dimasukkan sebagai penghitungan laba kena pajak dan jumlah pajak yang telah dibayarkan tersebut berarti tidak bisa dikreditkan dengan pajak yang terutang, inilah yang selanjutnya dikatakan bersifat final. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan menghasilkan penghitungan labarugi yang berbeda antara pendekatan fiskal dengan pendekatan komersial laba sebelum pajak lebih besar dibandingkan dengan laba kena pajak.Aktiva lebih besar atau utang lebih kecilmenurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersial dikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menyusun neraca fiskal.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
23PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
TUGAS PENGANTAR PERPAJAKAN IMAM WAHYUTOMO, SH, MM
Oleh: JOKO WARSITO NIM. 01.41.0328/F DIDIK EKO B.P. NIM. 01.41.0316/F RERENDRA NIM. 01.41.0320/F HERMANTO S NIM. 01.41.0311/E JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2004
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/ calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manjemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratansesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
1Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak - biasanya pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Oleh karena sistem pemungutan pajak yang dianut di negara kita adalah
Self Assestment System
dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (mengisi sendiri SPT), maka dalam penyampaian SPT nantinya harus melaporkan buktibukti yang mendukung penghitungan pajak terutang. Bagi wajib pajak yang mengadakan pembukuan, bukti tersebut berupa laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, seperti daftar penghitungan penyusutan, daftar piutang yang dihapuskan, penghitungan alokasi biaya kantor pusat, dll. Dari segi akuntansi, pedoman penyusunan laporan keuangan di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam hal penghitungan pajak yang terutang pedoman yang digunakan adalah Peraturan Perpajakan (UU No 10 tahun 1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991 dan peraturan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
2perpajakan lainnya). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sendiri tidak secara spesifik mengatur akuntansi terhadap Pajak Penghasilan. Biaya pajak penghasilan selama ini dianggap sama dengan utang pajak penghasilan (kas) yang penghitungannya didasarkan pada laba (penghasilan) menurut perpajakan. Di sisi lain, laporan keuangan yang dibuat perusahaan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan eksternal (individual investor) sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomik dan pihak internal untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu perusahaanperusahaan besar mengutamakan menyusun laporan keuangan komersial untuk menunjukkan informasi yang realistis. Laporan laba rugi yang disusun secara komersial tersebut menghasilkan laba sebelum pajak, sedangkan laporan laba rugi fiskal menghasilkan laba kena pajak. Ketidaksamaan antara pedoman dalam SAK dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak yang salah satunya adalah digunakannya dasar akrual dalam akuntansi sementara dalam peraturan perpajakan tidak secara murni digunakan dasar akrual tersebut ataupun murni dasar tunai. Laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasar ketentuan SAK. Laba kena pajak (
taxable income
) adalah laba untuk tujuan pajak (“Penghasilan Kena Pajak”), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
3pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar laba kena pajak tersebut, perusahaan mungkin hanya melakukan penyesuaian laba rugi komersial atau bahkan membuat dua laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan yang berbeda tersebut. Negara-negara tertentu tidak membedakan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Dalam kondisi yang demikian, memilih konsep laba mana yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan maupun mencari penyebab perbedaannya tidaklah perlu. Di Amerika Serikat, akuntansi terhadap pajak penghasilan masih menjadi isu yang kontroversial terutama pada masalah alokasi Pajak Penghasilan akibat dari
timing differences
. Artikel ini akan membahas mengenai penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal). Perbedaan pedoman dalam akuntansi dengan perpajakan juga secara tidak langsung akan membuat laporan keuangan komersial (dibuat berdasar Standar Akuntansi Keuangan), yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pemakai secara umum berbeda dengan laporan keuangan fiskal (dibuat berdasar peraturan perpajakan), yang biasanya dibuat untuk memenuhi kepentingan perpajakan (fiskus). Pembahasan juga disertai dengan ilustrasi sederhana mengenai pengaruh perbedaan-perbedaan tersebut dan bagaimana penyesuaiannya untuk memperoleh laporan keuangan fiskal. Sehingga meskipun terdapat perbedaan kepentingan antar pemakainya tetapi
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
4perusahaan tidak perlu membuat dua atau lebih laporan keuangan yang berbeda. Khususnya dalam penyajian laporan laba rugi, jumlah laba sebelum pajak disesuaikan/ direkonsiliasi dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah perbedaan tersebut sehingga diperoleh jumlah laba kena pajak yang benar menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. 2.
Rumusan Masalah
Apa penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal) ?
B. Pembahasan
Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba yang membuat laba dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal berbeda secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
1. Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba 1.1. Perbedaan Tujuan atau Sasaran Perusahaan
Pada dasarnya terdapat berbagai rumusan tentang tujuan perusahaan yang biasanya tidak merupakan satu kesatuan tetapi tujuan tersebut bahkan mengandung makna kemenduaan. Disatu sisi, Financial objectives suatu perusahaan adalah a) Memaksimalkan
return on assets
, b) memaksimalkan
shareholders
’ ataupun
stakehoders’wealth
,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
5c) Memaksimalkan
net
incomeatau
yang lain. Sedangkan di sisi yang lain,
taxation objectivenya
adalah meminimalkan pembayaran pajak (
minimizing tax-payments
) terutama perusahaan-perusahaan non BUMN dan BUMD tentunya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua tujuan tersebut nampaknya bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga membuat tidak terdapatnya
complete agreement
antara laba akuntansi (
accounting-income / pretax financial income
) dengan laba kena pajak (
taxable-income
). Tugas manaje-men adalah justru mencari atau bahkan menciptakan variabel-variabel yang membuat perbedaan tersebut yang berakibat berkurangnya pajak yang terutang sehingga tujuan minimisasi pajak tidak dipandang sebagai tujuan yang terpisah dengan tujuan finansialnya.
1.2. Perbedaan ekonomis
Perbedaan kedua pendekatan (komersial dan fiskal) juga akan bermakna ekonomis dalam pengambilan keputusan, tidak hanya bagi pihak eksternal tetapi juga bermakna ekonomis bagi pihak internal seperti manajemen suatu perusahaan. Manajemen biasanya dituntut untuk paling tidak mengambil suatu keputusan terutama dalam hal: d) investasi, e) pendanaan dan f) dividen.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
6Keputusan yang diambil manajemen merupakan pilihan satu diantara berbagai alternatif yang tersedia. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan, manajemen harus selalu mempertimbangkan hal-hal yang dianggap relevan baik dari segi
revenue, cost, timevalue of money
maupun dari segi lain. Ketiga keputusan tersebut juga tidak terlepas dari salah satu variabel yang mempengaruhi yaitu pajak khususnya pajak penghasilan. Keputusan investasi misalnya, informasi relevan yang perlu dipertimbangkan adalah aliran kas masuk setelah pajak (
after-tax cashflows
), yang berarti memasukkan pajak sebagai salah satu variabel penghitungannya. Demikian pula dalam kaitannya dengan keputusan pendanaan, informasi relevan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah biaya modal sesudah pajak (
after-tax cost of capital
). Keputusan dividen hendaknya mempertimbangkan dua faktor penting yaitu
liquidity test dan bankruptcy test
.
1.3. Area Perbedaan
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak menurut akuntansi dengan laba kena pajak menurut perpajakan secara lebih rinci dikategorikan dalam: Perbedaan waktu (
timing/temporarydifferences
), Perbedaan permanen (
permaent differences
), Perbedaan lain-lain (
other
differences
). Perbedaan Waktu dan Perbedaan
Permanen
Timing differences
(Perbedaan Waktu/ Sementara) didefinisikan oleh APB (FASB, 1989: 151 dalam Sugiri: hal 80) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara periode-periode
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
7pengakuan transaksi-transaksi yang mempengaruhi laba kena pajak (
taxable income
) dan periode-periode pengakuan transaksi-tranaksi tersebut dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak”. Setiap
timing differences
berasal dari satu periode akuntansi tertentu yang mempengaruhi laba kena pajak atau laba akuntansi dan kemudian berbalik pada satu atau lebih periode berikutnya. Empat tipe transaksi yang akan menimbulkan
timing differences
diuraikan sebagai berikut: Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dimasukkan dalam laba kuntansi sebelum pajak. Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos ter-sebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak.
Permanent differences
(perbedaanpermanen/tetap) didefinisikan oleh APB (Klinger dan Savage, 1988 dalam Sugiri) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang muncul dari transaks-transaksi yang berdasarkan UU atau aturan perpajakan, tidak akan terhapus oleh selisih-selisih yang bersangkutan pada periode-periode yang lain”. Di Indonesia, ada dua bentuk perbedaan dalam perlakuan pos rekening yang mempengaruhi penghitungan laba rugi (Tjahjono, 1997: 501), yaitu: “Pertama, perbedaan tetep adalah transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui akuntansi tetapi tidak boleh diakui oleh pajak (peraturan pajak) atau sebaliknya. Kedua, perbedaan waktu adalah perbedaan pengakuan pendapatan atau biaya untuk penghitungan laba”. Suatu transaksi pendapatan atau biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
8sudah diakui akuntansi sehingga dilaporkan (dibukukan) dalam laporan keuangan periode tertentu tetapi menurut perpajakan diperhitungkan pada periode yang berbeda (ataupun dicatat dengan jumlah yang berbeda), dan sebaliknya. Dengan demikian perbedaan waktu ini hanya menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode saja sedangkan secara akumulasi (totalnya) tidak menyebabkan adanya perbedaan. Atau perbedaan disatu atau beberapa periode akan tertutup oleh periode yang lainnya. Kedua perbedaan tersebut terjadi karena terdapat terminologi yang berbeda dalam konsep akuntansi yang selanjutnya didasarkan pada SAK dengan peraturan perpajakan yang selanjutnya didasarkan pada Peraturan Perpajakan yang berlaku di Indonesia (UU No 10 tahun 1994 dan peraturan perpajakan lainnya). Penghasilan didefinisikan (SAK, Kerangka Dasar) sebagai: “ kenaikan manfaat ekonomis selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanammodal”. Menurut versi ini, penghasilan (
income
) meliputi baik pendapatan (
revenue
) yang timbul karena aktivitas perusahaan yang biasa seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, dividen, royalti dan sewa maupun keuntungan (gains) seperti pos yang timbul karena pengalihan aktiva tak lancar, keuntungan yang belum direalisasi (revaluasi sekuritas yang dipasarkan dan kenaikan jumlah aktiva jangka panjang). Sedangkan menurut UU No 10 tahun1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
9tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 tahun 1991, Penghasilan didefinisikan sebagai: “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasaldari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Menurut versi ini, penghasilan dikelompokkan menjadi (Mardiasmo, 1997: 57):1) Penghasilan dari pekerjaan (hubungankerja), 2) Penghasilan dari kegiatanusaha, 3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, 4) Penghasilan daripekerjaan bebas, dan 5) Penghasilan lain-lain (yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya). Di sisi lain, biaya atau beban oleh Standar Akuntansi Keuangan didefinisikan sebagai: “penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Beban atau biaya yang dimaksud di sini meliputi beban yang timbul dari pelaksanaan aktivitas utama perusahaan seperti: beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan maupun kerugian yang timbul yang tidak ada kaitan langsung dengan aktivitas perusahaan yang mencerminkan pengurangan manfaat ekonomi, seperti: rugi karena bencana alam, selisih kurs,dll. Menurut UU Perpajakan, pengurang penghasilan bruto atau “biaya” (tidak semua biaya merupakan pengurang penghasilan bruto dan tidak semua
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
10pengurang penghasilan bruto adalah biaya), didefinisikan sebagai: “biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berujud; iuran kepada dana pensiun; kerugian atas penjualan atau pengalihan harta; kerugian karena selisih kurs: biaya penelitian dan pengembangan per-usahaan yang dilakukan di Indonesia: biaya bea siswa, magang dan pelatihan”. Dalam akuntansi, semua barang atau jasa yang digunakan untuk merealisasikan pendapatan dalam suatu periode akuntansi disebut sebagai biaya, tetapi dalam perpajakan, konsep biaya dibedakan menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (
deductibleexpense
) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible expense). Dengan kata lain, tidak semua biaya (dalam pengertian akuntansi) dapat sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perpajakan. Pengurang penghasilan bruto (“biaya”) dalam pengertian perpajakan telah diatur/ditetapkan secara terinci sesuai pasal 6 ayat 1 poin a) s /d g), pasal 2 (pengurang penghasilan karena kompensasi kerugian) dan pasal 3 (Penghasilan Tidak Kena Pajak - khusus untuk Wajib PajakOrang Pribadi).
2. Pengaruh Area Perbedaan Terhadap Laporan Keuangan Perbedaan Waktu.
Beberapa faktor yang jelas-jelas menyebabkan terjadinya perbedaan waktu, antara lain adalah:
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
112.1. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva Berujud dan Amortisasi
Aktiva Sumber Alam & Aktiva Tak Berujud. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva berujud merupakan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) dari suatu aktiva yang dialokasikan berdasar suatu dasar yang sistematis dan beralasan selama masa manfaat aktiva tersebut. Biaya depresiasi ini menjadi penyebab beda waktu karena terdapat beberapa metode yang berbeda yang dianut oleh akuntansi dan oleh perpajakan sehingga membuat pengalokasian ke masing-masing tahun berbeda meskipun jumlah totalnya menjadi sama. Perbedaan biaya ini hanya berpengaruh pada laba rugi perusahaan antar satu periode dengan periode lainnya tetapi jumlah keseluruhan yang dapat disusutkan tersebut akhirnya akan dinikmati pula oleh periode-periode selama masa manfaat aktiva tersebut. Sehingga setelah masa manfaat aktiva tersebut berakhir jumlah pengurang penghasilan (biaya) akan sama, dialokasikan dengan jumlah yang berbeda untuk setiap periodenya. Perbedaan jumlah yang dialokasikan tersebut tergantung pada faktor penentu depresiasi. Perbedaan faktor penentu depresiasi menurut akuntansi dan perpajakan adalah: 1) metode depresiasi, 2) penentuan masa manfaat aktiva tetap, 3) perlakuan nilai residu (nilai sisa). Penjelasan ini dapat secara sistematis dilihat pada tabel 1.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
12 Sebagai ilustrasi: PT AKBAR mempunyai suatu aktiva tetap yang dibelidan mulai digunakan awal bulan Januari1995. Aktiva tersebut diperoleh dengan harga Rp 50 juta, manajemen menaksir umur ekonomis aktiva tersebut adalah 5 tahun. Dalam 5 tahun tersebut diperkirakan akan menghasilkan5.000.000 unit produk dengan perincian: 5 tahun berturut-turut adalah: 1 juta unit, 1,5 juta unit, 1 juta unit, 1 juta unit dan 500.000 unit. Menurut ketentuan perpajakan aktiva tersebut bukan bangunan dan termasuk golongan I. Penghitungan depresiasi setiap tahun selama umur
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
13ekonomis aktiva tersebut dengan beberapa alternatif metode depresiasi tampak pada tabel 2A dan2B.
Dari tabel 2B di atas menunjukkan bahwa jika tanpa ada nilai residu maka total depresiasi selama lima tahun atau empat tahun adalah sama. Meskipun pengaruh depresiasi terhadap penghitungan laba (rugi) setiap tahunnya berbeda tetapi setelah habis masa manfaatnya aktiva tersebut akan terdepresiasi dengan jumlah yang sama. Artinya hanya alokasi pengurangan terhadap pendapatan saja yang tidak sama tetapi perbedaan tersebut akan terkompensir di tahun-tahun yang lain sehingga secara
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
14akumulatif pengurang pendapatan yang bersumber dari depresiasi akan sama. Oleh karena perpajakan (fiskal) menganggap bahwa tidak terdapat nilai residu (nilai sisa) untuk metode saldo menurun adanya nilai sisa langsung dibebankan pada tahun terakhir maka baik tabel 2A maupun tabel 2B didapatkan penghitungan total depresiasi selama masa manfaat aktiva dengan jumlah yang sama. Hal ini akan berbeda dengan pendekatan komersial dimana diakui adanya nilai residu untuk menentukan jumlah yang disusutkan (
depreciableamount
). Dalam kondisi yang demikian maka total penghitungan depresiasi selama lima tahun dari tabel 2A dan 2B menjadi berbeda yang berarti akan mempengaruhi perbedaan penghitungan laba rugi secara akumulatifnya. Dari kedua tabel di atas, jika manajemen menaksir adanya nilai residu suatu aktiva berujud pada akhir masa manfaatnya maka depresiasi bukan merupakan beda waktu. Beda waktu terjadi jika suatu aktiva tetap berujud tidak mepunyai nilai sisa (karena fiskal tidak mengakui adanya nilai sisa sedangkan komersial mengakuinya), sehingga total depresiasi dengan metode apapun selama masa manfaat aktiva tersebut tidak mempengaruhi penghitungan laba rugi baik menurut pendekatan fiskal maupun komersial. Amortisasi aktiva tak berujud (seperti hak paten, hak cipta, franchaise, merk dagang, dan goodwill) pada prinsipnya analog dengan depresiasi aktiva berujud. Artinya mekanisme pengaruhnya terhadap perbedaan sementara (waktu) laporan keuangan fiskal adalah sama dengan uraian di atas. Untuk menghitung amortisasi setiap tahunnya, aktiva tak berujud (menurut fiskal) juga dikelompokkan menjadi empat dengan alternatif
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
15penggunaan metode depresiasi Garis Lurus dan Saldo Menurun dengan sisa nilai buku dihabiskan pada tahun terakhir. Sementara menurut akuntansi hanya dibatasi masa manfaat aktiva tersebut tidak boleh lebih dari 20 tahun, sedangkan metode depresiasi yang dianjurkan adalah Garis Lurus namun diperbolehkan menggunakan metode lain yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Amortisasi aktiva sumber alam (meliputi: penambangan minyak dan gasbumi, hak penguasaan hutan, hak penguasaan sumber alam serta sumberlain) dengan masa manfaat lebih dari satu tahun akan diamortisasi dengan metode garis lurus atau satuan produksi menurut akuntansi. Dalam ketentuan fiskal, metode amortisasi yang digunakan adalah satuan produksi dengan catatan untuk aktiva selain penambangan minyak dan gas bumi dilakukan amortisasi maksimal 20% per tahun. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial untuk menghitung laba kena pajak adalah dengan: 1)mencari selisih depresiasi (amortisasi) menurut penghitungan akuntansi dengan menurut fiskal, 2) jika depresiasi menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut fiskal maka selisih tersebut ditambahkan pada laba sebelum pajak, dan sebaliknya, 3) sejumlah selisih tersebut juga dikurangkan dari akumulasi depresiasi dalam neraca.
2.2 Penilaian Persediaan
Dalam perpajakan, persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan secara rata-
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
16rata (
average
) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang disebut dengan FIFO (First In First Out) / MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama). Dalam akuntansi banyak metode bisa digunakan untuk menentukan besarnya persediaan dan harga pokok penjualan, diantaranya adalah metode FIFO/MPKP, LIFO (Last In First Out) / MPKT (Masuk Pertama KeluarTerakhir), Rerata Tertimbang atau metode lain. Beda waktu terjadi jika pendekatan untuk membuat laporan keuangan komersial berbeda dengan kepentingan fiskal. Sebagai ilustrasi: PT Perdana adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan makanan. Oleh karena produk ini mempunyai batas kadaluwarsa (
expired date
) maka biasanya pembeli selalu membeli/memilih barang yang terbaru, sedangkan barang-barang yang lebih baru biasanya masuk terlebih akhir (terjual lebih awal). Oleh karena itu agar diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen maka dipilihlah metode LIFO untuk menghitung harga pokok persediaan akhir maupun harga pokok penjualan. Alasan memilih metode ini adalah perusahaan ini bergerak dibidang penjualan makanan. Sementara untuk kepentingan fiskal hanya ada dua alternatif metode yaitu FIFO dan Average, sedangkan PT Perdana menggunakan metode FIFO. Data (disajikan secara sederhana) mengenai persediaan awal, pembelian dan penjualan PT Perdana adalah sebagai berikut: persediaan awal tahun 1998 10 unit @ Rp 5.000 tahun, pembelian selama tahun 1998 20 unit @Rp 6.000, tahun 1999 25 unit @ Rp7.000, penjualan selama tahun 1998adalah 15 unit @ Rp 8.000, tahun 199940 unit
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
17@ Rp 9.000. Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokokpenjualan (HPP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan tampakdalam tabel 3.
Akibat perbedaan metode maka alokasi HPP berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba kotor yang berbeda. Namun demikian perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan dikompensir pada periode berikutnya. Dalam kasus di atas, setelah dua tahun,secara total laba kotor untuk pendekatan komersial dan fiskal menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya saling hubungan antara elemen dalam penghitungan laba atau rugi perusahaan, yaitu persediaan akhir periode tertentu merupakan persediaan awal periode berikutnya. Pembahasan ini juga berlaku untuk penilaian terhadap sekuritas atau surat-surat berharga. Jika persediaan akhir menurut komersial dalam suatu periode lebih besar daripada menurut fiskal maka penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: 1) laba sebelum pajak dikurangi dengan selisih persediaan tersebut, 2) persediaan barang dalamaktiva - neraca komersial dikurangi sejumlah selisih persediaan tersebut, dan sebaliknya.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
182.3 Penghapusan Piutang
Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa “piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih”. Dalam akuntansi sendiri sebenarnya dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu: metode langsung dan metode cadangan. Dalam metode langsung, kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih sesuai dengan kebijakan perusahaan atau pernyataan debitur. Dengan demikian pengakuan kerugian piutang sebagai pengurang pendapatan baru dilakukan pada tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut. Dalam metode cadangan, pada setiap akhir suatu periode dibentuklah cadangan kerugian piutang untuk menaksir jumlah piutang yang sekiranya tidak dapatdi tagih pada periode berikutnya. Pada saat pembentukan cadangan ini perusahaan mengakui adanya kerugian piutang sedangkan pada saat benar-benar terjadi piutang yang tidak tertagih (piutang harus dihapus) maka tidak lagi engakui adanya kerugian piutang tetapi hanya menghapus piutang dan membebankannya ke rekening cadangan erugian piutang yang telah dibentuk ebelumnya. Pernyataan SAK di atas mengandung makna agar akuntansi di Indonesia menganut metode cadangan dalam penghapusan piutang. Dalam perpajakan, salah satu komponen tidak diperbolehkan sebagai pengurang
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
19penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, usaha pertambangan sebagai cadangan biaya reklamasi. Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih.Hal ini berarti metode yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Perbedaan pengurangan kerugian piutang dari pendapatan dalam laporan laba rugi hanya dalam waktu pengakuan kerugian piutang saja dan akan saling menutup pada periode yang lain. Sebagai contoh: PT Perdana menggunakan metode cadangan dalam menghapus piutangnya. Pada akhir tahun 1997, dengan analisis umur piutang dan berdasar pengalaman tahun-tahun lalu diperkirakan bahwa jumlah piutang yang tidak dapat tertagih di tahun 1998 adalah Rp 200.000. Menurut akuntansi, pengakuan kerugian piutang dilakukan tahun 1997 dengan membentuk cadangan kerugian piutang sebesar Rp 200.000. Pengakuan kerugian piutang ini akan mempengaruhi berkurangnya laba sebelum pajak sebesar Rp 200.000 di tahun 1997. Jika tahun 1998 piutang sebesar Rp 200.000 benar-benar tidak bisa ditagih (karena perrnyataan debitur yang bangkrut atau alasan lain) maka laba (rugi) tahun 1998 tidak terpengaruh oleh adanya penghapusan piutang tersebut karena penghapusan ini hanya mengurangi piutang dagang dan cadangan kerugian
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
20piutang sedangkan kerugian piutangnya sudah diakui di tahun 1997. Menurut perpajakan, oleh karena tidak diperbolehkan membentuk cadangan maka kerugian piutang baru diakui pada tahun terjadinya penghapusan piutang yaitu tahun 1998. Akibatnya adalah jika perusahaan dalam kondisi laba di tahun1997 maka laba tersebut tidak terpengaruh (berkurang) oleh kerugian piutang sebesar Rp 200.000, tetapi labadi tahun 1998 baru terpengaruh oleh kerugian piutang, yaitu turun (berkurang) sebesar Rp 200.000. Dengan demikian selama dua tahun berturut-turut secara akumulatif kerugian piutang sebesar Rp200.000 akan berpengaruh sama baik menurut akuntansi maupun menurut perpajakan. Penjelasan penghitungan secara detail tampak dalam tabel 4 berikut.
Penyesuaian untuk laporan keuangan fiskal adalah: 1) laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi tahun 1997 (tahun pembentukan cadangan) ditambah dengan Rp 200.000 (sebesar kerugian piutang yang diakui tahun tersebut) untuk memperoleh laba kena pajak tahun 1997, laba sebelum pajak tahun 1998 ditambah dengan Rp 200.0002) rekening cadangan kerugian piutang dalam neraca komersial tahun 1997 dikurangi dengan Rp 200.000, untuk tahun 1998 ditambah Rp 200.000 (sebesar penghapusan piutang /
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
21piutangyang benar-benar tidak tertagih di tahun tersebut). Selain ketiga faktor perbedaan waktudi atas sebenarnya masih terdapat beberapa faktor yang kemungkinan bisa membuat terjadinya perbedaan waktu tetapi belum secara tegas diatur dalam ketentuan perpajakan sedangkan dalam akuntansi telah mengaturnya. Faktor-faktor tersebut adalah: Pengakuan pendapatan dari hasil penjualan angsuran Biaya diterima di muka Beban jaminan gratis
Foreign currency translation Leasing
Biaya Sebelum masa operasi
Unremitted eranings
of subsidiaries Perlakuan bunga dalam masakonstruksi Secara umun dapat dikatakan bahwa perbedaan waktu, meskipun menyebabkan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode berbeda tetapi secara akumulasinya akan berjumlah sama dan hanya alokasi/pembebanan antar periode saja yang tidak sama. Oleh karena itu pengaruh perbedaan waktu ini dalam satu periodeakan ditutup oleh periode yang lain atau pengaruhnya terhadap laporan keuangan (khususnya laporan laba rugi) hanya bersifat sementara. Perbedaan Permanen. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan permanen dikelompokkan kedalam: 1.
Adanya penghasilan yang merupakan obyek pajak yang bersifat final
, meliputi: Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan karena transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan, penghasilan dari hadiah undian, penghasilan bunga atas diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, penghasilan sewa (tanah
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
22bangunan), dll. Beberapa contoh penghasilan tersebut menurut akuntansi akan ditambahkan pada laba usaha dalam periode direalisasikannya penghasilan tersebut sehingga dalam laporan labaruginya, pos pendapatan akan ditambah dengan jumlah penghasilan-penghasilan di atas sebagai kelompok pendapatan diluar usaha. Sedangkan dalam perpajakan, tidak lagi digabungkan dengan pos penghasilan bruto karena sudah dikenakan pajaknya langsung pada saat penghasilan itu terjadi (dengan tarip tertentu) oleh pemungut/pemotongnya. Jumlah penghasilan tersebut tidak perlu dimasukkan sebagai penghitungan laba kena pajak dan jumlah pajak yang telah dibayarkan tersebut berarti tidak bisa dikreditkan dengan pajak yang terutang, inilah yang selanjutnya dikatakan bersifat final. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan menghasilkan penghitungan labarugi yang berbeda antara pendekatan fiskal dengan pendekatan komersial laba sebelum pajak lebih besar dibandingkan dengan laba kena pajak.Aktiva lebih besar atau utang lebih kecilmenurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersial dikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menyusun neraca fiskal.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
232.
Adanya ketentuan perpajakan tentang penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak dan biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan (deductible expense)
. Contoh penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak adalah:penghasilan dividen (yang diterima oleh perusahaan perseroan, koperasi, yayasan, BUMN/BUMD dalam negeri) karena penyertaan modal pada badan usaha lain jika yang menerima adalah orang pribadi, firma atau bentuk badan usaha lain selain di atas maka dividen tersebut adalah juga sebagai penghasilan menurut perpajakan; pendapatan dalam bentuk natura atau kenikmatan lain; pendapatan bunga obligasi (bagi perusahaan reksa dana), penghasilan atas modal (yang berasal dari iuran nasabah) yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu (oleh Per-usahaan Dana Pensiun). Beberapa contoh pendapatan tersebut bukan sebagai penghasilan dalam perpajakan tetapi dalam akuntansi termasuk kelompok penghasilan. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan membuat penghitungan laba rugi menurut fiskal berbeda dengan menurut komersial laba sebelum pajak lebih besar daripada laba kena pajak. Aktiva (Utang) menurut komersial lebih besar (kecil) dibanding dengan Aktiva (utang) menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersia ldikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan labarugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan diatas untuk menyusun neraca fiskal. Contoh biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
24yang bukan merupakan pengurang penghasilan adalah: pengorbanan dalam bentuk natura dan kenikmatan lain, bantuan atau sumbangan pada pihak lain, biaya karena sanksi administrasi pelanggaran perpajakan (denda, bunga, kenaikan), biaya representasi/jamuan yang tidak ada daftar nominatifnya, gaji untuk anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer lain (kalau mereka bekerja/memberi manfaat di perusahaan maka dalam akuntansi tetap sebagai karyawan biasa yang juga memperoleh gaji). Biaya-biaya tersebut dalam perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, tetapi dalam akuntansi merupakan beban/biaya pada periode terjadinya sehingga dalam penyusunan laporan laba rugi akan dikurangkan dari pendapatan untuk menentukan laba sebelum pajak. Akibatnya laba rugi menurut komersial menunjukkan jumlah yang berbeda dengan laba rugi menurut fiskal laba sebelum pajak lebih kecil daripada laba kena pajak. Aktiva (utang) lebih kecil (lebih besar) menurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan adalah: Laba sebelum pajak dalam laporanlaba rugi komersial ditambah dengan sejumlah biaya di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal.Aktiva (utang) dalam neraca komersial ditambah (dikurangi) dengan sejumlah biaya di atas untuk menyusun neraca fiskal. Perbedaan Lain-lain. Faktor pembeda yang ke tiga terdiri dari:
1. Kerugian usaha dalam negeri.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
25Jika suatu perusahaan menderita kerugian dalam suatu tahun tertentu maka sejumlah kerugian tersebut menurut ketentuan perpajakan dapat dikompensasikan pada periodeberikutnya maksimal lima tahun.Akuntansi di Indonesia tidak secara jelas mengatur dapat tidaknyakerugian usaha dapat dikompensasi-kan ke periode sebelum atau sesudahnya. Contoh: PT Perdana dalam tahun 1995 menderita kerugian sebesar Rp 800 juta. Dalam limatahun berikutnya rugi laba komersial PT Perdana tampak sebagai berikut:1996:laba Rp 200 juta1997:labaRp 300 juta 1998: laba Rp 100 juta1999: laba Rp 50 juta 2000: laba Rp 250 juta Penyesuaian penghasilan (laba) kenapajak sebagai dasar penghitungan jumlah pajak terutang (terbayar) padatahun-tahun tersebut adalah sebagai berikut:
2. Penggabungan penghasilan dalam menentukan kredit pajak maksimal untuk laba atau rugi usaha di luar negeri.
Dengan dasar akrual (yang dianut akuntansi) maka jumlah pendapatan yang dilaporkan dalamlaporan laba rugi komersial adalahberdasar pada waktu terjadinyapendapatan tersebut tanpa meman-dang kas sudah diterima atau belum sedangkan dalam perpajakan, penggabungan penghasilan berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untukpenghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut, 2) untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilantersebut, 3) untuk penghasilan berupa dividen atas penyertaan saham lebihdari 50% dari jumlah modal disetor dilakukan berdasar Keputusan Menteri Keuangan RI. Contoh: PT Akbar Ananda di
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
26Yogyakarta dalam tahun 1998 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber di luar negeri dan dalam negerisebagai berikut: 1) Hasil usaha di Mexiko tahun 1998 (rugi) Rp 30 juta 2) Hasil usaha di dalam negeri tahun1998 (rugi) Rp 10 juta 3) Hasil usaha di Singapura tahun1998 (laba) Rp 80 juta 4) Dividen atas pemilikan saham pada X Ltd di Australia sebesar Rp 20 juta dari keuntungan tahun1995 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 1997, dan barudi bayarkan dalam tahun 1998 5) Dividen atas penyertaan saham (70%) pada Y Corp. di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek sebesar Rp 5 juta, yaitu berasal dari keuntungan saham tahun 1997 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1998 6) Bunga kuartal IV tahun 1998 sebesar Rp 10 juta dari perusahaan Z di Malaysia yang baru akan diterima tahun 1999. Dari informasi 1) s/d 7) di atas, besarnya penghasilan atau labasebelum pajak tahun 1998 menurut laba rugi Komersial adalah Rp 50juta terdiri dari: kerugian tahun 1998 dari poin 1) dan 2) digabung sebagai pengurang laba sebelum pajak tahun1998 pada poin 3), dividen poin 5) diakui sebagai penghasilan tahun1997 jika diumumkan tahun 1997,dividen poin 6) diakui tahun 1997 jika diumumkan pada tahun tersebut, bunga pada poin 6) diakui tahun 1998 tidak perlu menunggu sampai diterimanya kas. Menurut fiskal,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
27PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
TUGAS PENGANTAR PERPAJAKAN IMAM WAHYUTOMO, SH, MM
Oleh: JOKO WARSITO NIM. 01.41.0328/F DIDIK EKO B.P. NIM. 01.41.0316/F RERENDRA NIM. 01.41.0320/F HERMANTO S NIM. 01.41.0311/E JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2004
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/ calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manjemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratansesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
1Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak - biasanya pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Oleh karena sistem pemungutan pajak yang dianut di negara kita adalah
Self Assestment System
dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (mengisi sendiri SPT), maka dalam penyampaian SPT nantinya harus melaporkan buktibukti yang mendukung penghitungan pajak terutang. Bagi wajib pajak yang mengadakan pembukuan, bukti tersebut berupa laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, seperti daftar penghitungan penyusutan, daftar piutang yang dihapuskan, penghitungan alokasi biaya kantor pusat, dll. Dari segi akuntansi, pedoman penyusunan laporan keuangan di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam hal penghitungan pajak yang terutang pedoman yang digunakan adalah Peraturan Perpajakan (UU No 10 tahun 1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991 dan peraturan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
2perpajakan lainnya). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sendiri tidak secara spesifik mengatur akuntansi terhadap Pajak Penghasilan. Biaya pajak penghasilan selama ini dianggap sama dengan utang pajak penghasilan (kas) yang penghitungannya didasarkan pada laba (penghasilan) menurut perpajakan. Di sisi lain, laporan keuangan yang dibuat perusahaan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan eksternal (individual investor) sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomik dan pihak internal untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu perusahaanperusahaan besar mengutamakan menyusun laporan keuangan komersial untuk menunjukkan informasi yang realistis. Laporan laba rugi yang disusun secara komersial tersebut menghasilkan laba sebelum pajak, sedangkan laporan laba rugi fiskal menghasilkan laba kena pajak. Ketidaksamaan antara pedoman dalam SAK dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak yang salah satunya adalah digunakannya dasar akrual dalam akuntansi sementara dalam peraturan perpajakan tidak secara murni digunakan dasar akrual tersebut ataupun murni dasar tunai. Laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasar ketentuan SAK. Laba kena pajak (
taxable income
) adalah laba untuk tujuan pajak (“Penghasilan Kena Pajak”), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
3pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar laba kena pajak tersebut, perusahaan mungkin hanya melakukan penyesuaian laba rugi komersial atau bahkan membuat dua laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan yang berbeda tersebut. Negara-negara tertentu tidak membedakan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Dalam kondisi yang demikian, memilih konsep laba mana yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan maupun mencari penyebab perbedaannya tidaklah perlu. Di Amerika Serikat, akuntansi terhadap pajak penghasilan masih menjadi isu yang kontroversial terutama pada masalah alokasi Pajak Penghasilan akibat dari
timing differences
. Artikel ini akan membahas mengenai penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal). Perbedaan pedoman dalam akuntansi dengan perpajakan juga secara tidak langsung akan membuat laporan keuangan komersial (dibuat berdasar Standar Akuntansi Keuangan), yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pemakai secara umum berbeda dengan laporan keuangan fiskal (dibuat berdasar peraturan perpajakan), yang biasanya dibuat untuk memenuhi kepentingan perpajakan (fiskus). Pembahasan juga disertai dengan ilustrasi sederhana mengenai pengaruh perbedaan-perbedaan tersebut dan bagaimana penyesuaiannya untuk memperoleh laporan keuangan fiskal. Sehingga meskipun terdapat perbedaan kepentingan antar pemakainya tetapi
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
4perusahaan tidak perlu membuat dua atau lebih laporan keuangan yang berbeda. Khususnya dalam penyajian laporan laba rugi, jumlah laba sebelum pajak disesuaikan/ direkonsiliasi dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah perbedaan tersebut sehingga diperoleh jumlah laba kena pajak yang benar menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. 2.
Rumusan Masalah
Apa penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal) ?
B. Pembahasan
Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba yang membuat laba dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal berbeda secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
1. Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba 1.1. Perbedaan Tujuan atau Sasaran Perusahaan
Pada dasarnya terdapat berbagai rumusan tentang tujuan perusahaan yang biasanya tidak merupakan satu kesatuan tetapi tujuan tersebut bahkan mengandung makna kemenduaan. Disatu sisi, Financial objectives suatu perusahaan adalah a) Memaksimalkan
return on assets
, b) memaksimalkan
shareholders
’ ataupun
stakehoders’wealth
,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
5c) Memaksimalkan
net
incomeatau
yang lain. Sedangkan di sisi yang lain,
taxation objectivenya
adalah meminimalkan pembayaran pajak (
minimizing tax-payments
) terutama perusahaan-perusahaan non BUMN dan BUMD tentunya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua tujuan tersebut nampaknya bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga membuat tidak terdapatnya
complete agreement
antara laba akuntansi (
accounting-income / pretax financial income
) dengan laba kena pajak (
taxable-income
). Tugas manaje-men adalah justru mencari atau bahkan menciptakan variabel-variabel yang membuat perbedaan tersebut yang berakibat berkurangnya pajak yang terutang sehingga tujuan minimisasi pajak tidak dipandang sebagai tujuan yang terpisah dengan tujuan finansialnya.
1.2. Perbedaan ekonomis
Perbedaan kedua pendekatan (komersial dan fiskal) juga akan bermakna ekonomis dalam pengambilan keputusan, tidak hanya bagi pihak eksternal tetapi juga bermakna ekonomis bagi pihak internal seperti manajemen suatu perusahaan. Manajemen biasanya dituntut untuk paling tidak mengambil suatu keputusan terutama dalam hal: d) investasi, e) pendanaan dan f) dividen.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
6Keputusan yang diambil manajemen merupakan pilihan satu diantara berbagai alternatif yang tersedia. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan, manajemen harus selalu mempertimbangkan hal-hal yang dianggap relevan baik dari segi
revenue, cost, timevalue of money
maupun dari segi lain. Ketiga keputusan tersebut juga tidak terlepas dari salah satu variabel yang mempengaruhi yaitu pajak khususnya pajak penghasilan. Keputusan investasi misalnya, informasi relevan yang perlu dipertimbangkan adalah aliran kas masuk setelah pajak (
after-tax cashflows
), yang berarti memasukkan pajak sebagai salah satu variabel penghitungannya. Demikian pula dalam kaitannya dengan keputusan pendanaan, informasi relevan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah biaya modal sesudah pajak (
after-tax cost of capital
). Keputusan dividen hendaknya mempertimbangkan dua faktor penting yaitu
liquidity test dan bankruptcy test
.
1.3. Area Perbedaan
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak menurut akuntansi dengan laba kena pajak menurut perpajakan secara lebih rinci dikategorikan dalam: Perbedaan waktu (
timing/temporarydifferences
), Perbedaan permanen (
permaent differences
), Perbedaan lain-lain (
other
differences
). Perbedaan Waktu dan Perbedaan
Permanen
Timing differences
(Perbedaan Waktu/ Sementara) didefinisikan oleh APB (FASB, 1989: 151 dalam Sugiri: hal 80) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara periode-periode
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
7pengakuan transaksi-transaksi yang mempengaruhi laba kena pajak (
taxable income
) dan periode-periode pengakuan transaksi-tranaksi tersebut dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak”. Setiap
timing differences
berasal dari satu periode akuntansi tertentu yang mempengaruhi laba kena pajak atau laba akuntansi dan kemudian berbalik pada satu atau lebih periode berikutnya. Empat tipe transaksi yang akan menimbulkan
timing differences
diuraikan sebagai berikut: Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dimasukkan dalam laba kuntansi sebelum pajak. Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos ter-sebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak.
Permanent differences
(perbedaanpermanen/tetap) didefinisikan oleh APB (Klinger dan Savage, 1988 dalam Sugiri) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang muncul dari transaks-transaksi yang berdasarkan UU atau aturan perpajakan, tidak akan terhapus oleh selisih-selisih yang bersangkutan pada periode-periode yang lain”. Di Indonesia, ada dua bentuk perbedaan dalam perlakuan pos rekening yang mempengaruhi penghitungan laba rugi (Tjahjono, 1997: 501), yaitu: “Pertama, perbedaan tetep adalah transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui akuntansi tetapi tidak boleh diakui oleh pajak (peraturan pajak) atau sebaliknya. Kedua, perbedaan waktu adalah perbedaan pengakuan pendapatan atau biaya untuk penghitungan laba”. Suatu transaksi pendapatan atau biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
8sudah diakui akuntansi sehingga dilaporkan (dibukukan) dalam laporan keuangan periode tertentu tetapi menurut perpajakan diperhitungkan pada periode yang berbeda (ataupun dicatat dengan jumlah yang berbeda), dan sebaliknya. Dengan demikian perbedaan waktu ini hanya menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode saja sedangkan secara akumulasi (totalnya) tidak menyebabkan adanya perbedaan. Atau perbedaan disatu atau beberapa periode akan tertutup oleh periode yang lainnya. Kedua perbedaan tersebut terjadi karena terdapat terminologi yang berbeda dalam konsep akuntansi yang selanjutnya didasarkan pada SAK dengan peraturan perpajakan yang selanjutnya didasarkan pada Peraturan Perpajakan yang berlaku di Indonesia (UU No 10 tahun 1994 dan peraturan perpajakan lainnya). Penghasilan didefinisikan (SAK, Kerangka Dasar) sebagai: “ kenaikan manfaat ekonomis selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanammodal”. Menurut versi ini, penghasilan (
income
) meliputi baik pendapatan (
revenue
) yang timbul karena aktivitas perusahaan yang biasa seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, dividen, royalti dan sewa maupun keuntungan (gains) seperti pos yang timbul karena pengalihan aktiva tak lancar, keuntungan yang belum direalisasi (revaluasi sekuritas yang dipasarkan dan kenaikan jumlah aktiva jangka panjang). Sedangkan menurut UU No 10 tahun1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
9tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 tahun 1991, Penghasilan didefinisikan sebagai: “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasaldari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Menurut versi ini, penghasilan dikelompokkan menjadi (Mardiasmo, 1997: 57):1) Penghasilan dari pekerjaan (hubungankerja), 2) Penghasilan dari kegiatanusaha, 3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, 4) Penghasilan daripekerjaan bebas, dan 5) Penghasilan lain-lain (yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya). Di sisi lain, biaya atau beban oleh Standar Akuntansi Keuangan didefinisikan sebagai: “penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Beban atau biaya yang dimaksud di sini meliputi beban yang timbul dari pelaksanaan aktivitas utama perusahaan seperti: beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan maupun kerugian yang timbul yang tidak ada kaitan langsung dengan aktivitas perusahaan yang mencerminkan pengurangan manfaat ekonomi, seperti: rugi karena bencana alam, selisih kurs,dll. Menurut UU Perpajakan, pengurang penghasilan bruto atau “biaya” (tidak semua biaya merupakan pengurang penghasilan bruto dan tidak semua
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
10pengurang penghasilan bruto adalah biaya), didefinisikan sebagai: “biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berujud; iuran kepada dana pensiun; kerugian atas penjualan atau pengalihan harta; kerugian karena selisih kurs: biaya penelitian dan pengembangan per-usahaan yang dilakukan di Indonesia: biaya bea siswa, magang dan pelatihan”. Dalam akuntansi, semua barang atau jasa yang digunakan untuk merealisasikan pendapatan dalam suatu periode akuntansi disebut sebagai biaya, tetapi dalam perpajakan, konsep biaya dibedakan menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (
deductibleexpense
) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible expense). Dengan kata lain, tidak semua biaya (dalam pengertian akuntansi) dapat sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perpajakan. Pengurang penghasilan bruto (“biaya”) dalam pengertian perpajakan telah diatur/ditetapkan secara terinci sesuai pasal 6 ayat 1 poin a) s /d g), pasal 2 (pengurang penghasilan karena kompensasi kerugian) dan pasal 3 (Penghasilan Tidak Kena Pajak - khusus untuk Wajib PajakOrang Pribadi).
2. Pengaruh Area Perbedaan Terhadap Laporan Keuangan Perbedaan Waktu.
Beberapa faktor yang jelas-jelas menyebabkan terjadinya perbedaan waktu, antara lain adalah:
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
112.1. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva Berujud dan Amortisasi
Aktiva Sumber Alam & Aktiva Tak Berujud. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva berujud merupakan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) dari suatu aktiva yang dialokasikan berdasar suatu dasar yang sistematis dan beralasan selama masa manfaat aktiva tersebut. Biaya depresiasi ini menjadi penyebab beda waktu karena terdapat beberapa metode yang berbeda yang dianut oleh akuntansi dan oleh perpajakan sehingga membuat pengalokasian ke masing-masing tahun berbeda meskipun jumlah totalnya menjadi sama. Perbedaan biaya ini hanya berpengaruh pada laba rugi perusahaan antar satu periode dengan periode lainnya tetapi jumlah keseluruhan yang dapat disusutkan tersebut akhirnya akan dinikmati pula oleh periode-periode selama masa manfaat aktiva tersebut. Sehingga setelah masa manfaat aktiva tersebut berakhir jumlah pengurang penghasilan (biaya) akan sama, dialokasikan dengan jumlah yang berbeda untuk setiap periodenya. Perbedaan jumlah yang dialokasikan tersebut tergantung pada faktor penentu depresiasi. Perbedaan faktor penentu depresiasi menurut akuntansi dan perpajakan adalah: 1) metode depresiasi, 2) penentuan masa manfaat aktiva tetap, 3) perlakuan nilai residu (nilai sisa). Penjelasan ini dapat secara sistematis dilihat pada tabel 1.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
12 Sebagai ilustrasi: PT AKBAR mempunyai suatu aktiva tetap yang dibelidan mulai digunakan awal bulan Januari1995. Aktiva tersebut diperoleh dengan harga Rp 50 juta, manajemen menaksir umur ekonomis aktiva tersebut adalah 5 tahun. Dalam 5 tahun tersebut diperkirakan akan menghasilkan5.000.000 unit produk dengan perincian: 5 tahun berturut-turut adalah: 1 juta unit, 1,5 juta unit, 1 juta unit, 1 juta unit dan 500.000 unit. Menurut ketentuan perpajakan aktiva tersebut bukan bangunan dan termasuk golongan I. Penghitungan depresiasi setiap tahun selama umur
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
13ekonomis aktiva tersebut dengan beberapa alternatif metode depresiasi tampak pada tabel 2A dan2B.
Dari tabel 2B di atas menunjukkan bahwa jika tanpa ada nilai residu maka total depresiasi selama lima tahun atau empat tahun adalah sama. Meskipun pengaruh depresiasi terhadap penghitungan laba (rugi) setiap tahunnya berbeda tetapi setelah habis masa manfaatnya aktiva tersebut akan terdepresiasi dengan jumlah yang sama. Artinya hanya alokasi pengurangan terhadap pendapatan saja yang tidak sama tetapi perbedaan tersebut akan terkompensir di tahun-tahun yang lain sehingga secara
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
14akumulatif pengurang pendapatan yang bersumber dari depresiasi akan sama. Oleh karena perpajakan (fiskal) menganggap bahwa tidak terdapat nilai residu (nilai sisa) untuk metode saldo menurun adanya nilai sisa langsung dibebankan pada tahun terakhir maka baik tabel 2A maupun tabel 2B didapatkan penghitungan total depresiasi selama masa manfaat aktiva dengan jumlah yang sama. Hal ini akan berbeda dengan pendekatan komersial dimana diakui adanya nilai residu untuk menentukan jumlah yang disusutkan (
depreciableamount
). Dalam kondisi yang demikian maka total penghitungan depresiasi selama lima tahun dari tabel 2A dan 2B menjadi berbeda yang berarti akan mempengaruhi perbedaan penghitungan laba rugi secara akumulatifnya. Dari kedua tabel di atas, jika manajemen menaksir adanya nilai residu suatu aktiva berujud pada akhir masa manfaatnya maka depresiasi bukan merupakan beda waktu. Beda waktu terjadi jika suatu aktiva tetap berujud tidak mepunyai nilai sisa (karena fiskal tidak mengakui adanya nilai sisa sedangkan komersial mengakuinya), sehingga total depresiasi dengan metode apapun selama masa manfaat aktiva tersebut tidak mempengaruhi penghitungan laba rugi baik menurut pendekatan fiskal maupun komersial. Amortisasi aktiva tak berujud (seperti hak paten, hak cipta, franchaise, merk dagang, dan goodwill) pada prinsipnya analog dengan depresiasi aktiva berujud. Artinya mekanisme pengaruhnya terhadap perbedaan sementara (waktu) laporan keuangan fiskal adalah sama dengan uraian di atas. Untuk menghitung amortisasi setiap tahunnya, aktiva tak berujud (menurut fiskal) juga dikelompokkan menjadi empat dengan alternatif
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
15penggunaan metode depresiasi Garis Lurus dan Saldo Menurun dengan sisa nilai buku dihabiskan pada tahun terakhir. Sementara menurut akuntansi hanya dibatasi masa manfaat aktiva tersebut tidak boleh lebih dari 20 tahun, sedangkan metode depresiasi yang dianjurkan adalah Garis Lurus namun diperbolehkan menggunakan metode lain yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Amortisasi aktiva sumber alam (meliputi: penambangan minyak dan gasbumi, hak penguasaan hutan, hak penguasaan sumber alam serta sumberlain) dengan masa manfaat lebih dari satu tahun akan diamortisasi dengan metode garis lurus atau satuan produksi menurut akuntansi. Dalam ketentuan fiskal, metode amortisasi yang digunakan adalah satuan produksi dengan catatan untuk aktiva selain penambangan minyak dan gas bumi dilakukan amortisasi maksimal 20% per tahun. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial untuk menghitung laba kena pajak adalah dengan: 1)mencari selisih depresiasi (amortisasi) menurut penghitungan akuntansi dengan menurut fiskal, 2) jika depresiasi menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut fiskal maka selisih tersebut ditambahkan pada laba sebelum pajak, dan sebaliknya, 3) sejumlah selisih tersebut juga dikurangkan dari akumulasi depresiasi dalam neraca.
2.2 Penilaian Persediaan
Dalam perpajakan, persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan secara rata-
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
16rata (
average
) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang disebut dengan FIFO (First In First Out) / MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama). Dalam akuntansi banyak metode bisa digunakan untuk menentukan besarnya persediaan dan harga pokok penjualan, diantaranya adalah metode FIFO/MPKP, LIFO (Last In First Out) / MPKT (Masuk Pertama KeluarTerakhir), Rerata Tertimbang atau metode lain. Beda waktu terjadi jika pendekatan untuk membuat laporan keuangan komersial berbeda dengan kepentingan fiskal. Sebagai ilustrasi: PT Perdana adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan makanan. Oleh karena produk ini mempunyai batas kadaluwarsa (
expired date
) maka biasanya pembeli selalu membeli/memilih barang yang terbaru, sedangkan barang-barang yang lebih baru biasanya masuk terlebih akhir (terjual lebih awal). Oleh karena itu agar diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen maka dipilihlah metode LIFO untuk menghitung harga pokok persediaan akhir maupun harga pokok penjualan. Alasan memilih metode ini adalah perusahaan ini bergerak dibidang penjualan makanan. Sementara untuk kepentingan fiskal hanya ada dua alternatif metode yaitu FIFO dan Average, sedangkan PT Perdana menggunakan metode FIFO. Data (disajikan secara sederhana) mengenai persediaan awal, pembelian dan penjualan PT Perdana adalah sebagai berikut: persediaan awal tahun 1998 10 unit @ Rp 5.000 tahun, pembelian selama tahun 1998 20 unit @Rp 6.000, tahun 1999 25 unit @ Rp7.000, penjualan selama tahun 1998adalah 15 unit @ Rp 8.000, tahun 199940 unit
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
17@ Rp 9.000. Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokokpenjualan (HPP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan tampakdalam tabel 3.
Akibat perbedaan metode maka alokasi HPP berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba kotor yang berbeda. Namun demikian perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan dikompensir pada periode berikutnya. Dalam kasus di atas, setelah dua tahun,secara total laba kotor untuk pendekatan komersial dan fiskal menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya saling hubungan antara elemen dalam penghitungan laba atau rugi perusahaan, yaitu persediaan akhir periode tertentu merupakan persediaan awal periode berikutnya. Pembahasan ini juga berlaku untuk penilaian terhadap sekuritas atau surat-surat berharga. Jika persediaan akhir menurut komersial dalam suatu periode lebih besar daripada menurut fiskal maka penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: 1) laba sebelum pajak dikurangi dengan selisih persediaan tersebut, 2) persediaan barang dalamaktiva - neraca komersial dikurangi sejumlah selisih persediaan tersebut, dan sebaliknya.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
182.3 Penghapusan Piutang
Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa “piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih”. Dalam akuntansi sendiri sebenarnya dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu: metode langsung dan metode cadangan. Dalam metode langsung, kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih sesuai dengan kebijakan perusahaan atau pernyataan debitur. Dengan demikian pengakuan kerugian piutang sebagai pengurang pendapatan baru dilakukan pada tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut. Dalam metode cadangan, pada setiap akhir suatu periode dibentuklah cadangan kerugian piutang untuk menaksir jumlah piutang yang sekiranya tidak dapatdi tagih pada periode berikutnya. Pada saat pembentukan cadangan ini perusahaan mengakui adanya kerugian piutang sedangkan pada saat benar-benar terjadi piutang yang tidak tertagih (piutang harus dihapus) maka tidak lagi engakui adanya kerugian piutang tetapi hanya menghapus piutang dan membebankannya ke rekening cadangan erugian piutang yang telah dibentuk ebelumnya. Pernyataan SAK di atas mengandung makna agar akuntansi di Indonesia menganut metode cadangan dalam penghapusan piutang. Dalam perpajakan, salah satu komponen tidak diperbolehkan sebagai pengurang
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
19penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, usaha pertambangan sebagai cadangan biaya reklamasi. Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih.Hal ini berarti metode yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Perbedaan pengurangan kerugian piutang dari pendapatan dalam laporan laba rugi hanya dalam waktu pengakuan kerugian piutang saja dan akan saling menutup pada periode yang lain. Sebagai contoh: PT Perdana menggunakan metode cadangan dalam menghapus piutangnya. Pada akhir tahun 1997, dengan analisis umur piutang dan berdasar pengalaman tahun-tahun lalu diperkirakan bahwa jumlah piutang yang tidak dapat tertagih di tahun 1998 adalah Rp 200.000. Menurut akuntansi, pengakuan kerugian piutang dilakukan tahun 1997 dengan membentuk cadangan kerugian piutang sebesar Rp 200.000. Pengakuan kerugian piutang ini akan mempengaruhi berkurangnya laba sebelum pajak sebesar Rp 200.000 di tahun 1997. Jika tahun 1998 piutang sebesar Rp 200.000 benar-benar tidak bisa ditagih (karena perrnyataan debitur yang bangkrut atau alasan lain) maka laba (rugi) tahun 1998 tidak terpengaruh oleh adanya penghapusan piutang tersebut karena penghapusan ini hanya mengurangi piutang dagang dan cadangan kerugian
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
20piutang sedangkan kerugian piutangnya sudah diakui di tahun 1997. Menurut perpajakan, oleh karena tidak diperbolehkan membentuk cadangan maka kerugian piutang baru diakui pada tahun terjadinya penghapusan piutang yaitu tahun 1998. Akibatnya adalah jika perusahaan dalam kondisi laba di tahun1997 maka laba tersebut tidak terpengaruh (berkurang) oleh kerugian piutang sebesar Rp 200.000, tetapi labadi tahun 1998 baru terpengaruh oleh kerugian piutang, yaitu turun (berkurang) sebesar Rp 200.000. Dengan demikian selama dua tahun berturut-turut secara akumulatif kerugian piutang sebesar Rp200.000 akan berpengaruh sama baik menurut akuntansi maupun menurut perpajakan. Penjelasan penghitungan secara detail tampak dalam tabel 4 berikut.
Penyesuaian untuk laporan keuangan fiskal adalah: 1) laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi tahun 1997 (tahun pembentukan cadangan) ditambah dengan Rp 200.000 (sebesar kerugian piutang yang diakui tahun tersebut) untuk memperoleh laba kena pajak tahun 1997, laba sebelum pajak tahun 1998 ditambah dengan Rp 200.0002) rekening cadangan kerugian piutang dalam neraca komersial tahun 1997 dikurangi dengan Rp 200.000, untuk tahun 1998 ditambah Rp 200.000 (sebesar penghapusan piutang /
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
21piutangyang benar-benar tidak tertagih di tahun tersebut). Selain ketiga faktor perbedaan waktudi atas sebenarnya masih terdapat beberapa faktor yang kemungkinan bisa membuat terjadinya perbedaan waktu tetapi belum secara tegas diatur dalam ketentuan perpajakan sedangkan dalam akuntansi telah mengaturnya. Faktor-faktor tersebut adalah: Pengakuan pendapatan dari hasil penjualan angsuran Biaya diterima di muka Beban jaminan gratis
Foreign currency translation Leasing
Biaya Sebelum masa operasi
Unremitted eranings
of subsidiaries Perlakuan bunga dalam masakonstruksi Secara umun dapat dikatakan bahwa perbedaan waktu, meskipun menyebabkan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode berbeda tetapi secara akumulasinya akan berjumlah sama dan hanya alokasi/pembebanan antar periode saja yang tidak sama. Oleh karena itu pengaruh perbedaan waktu ini dalam satu periodeakan ditutup oleh periode yang lain atau pengaruhnya terhadap laporan keuangan (khususnya laporan laba rugi) hanya bersifat sementara. Perbedaan Permanen. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan permanen dikelompokkan kedalam: 1.
Adanya penghasilan yang merupakan obyek pajak yang bersifat final
, meliputi: Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan karena transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan, penghasilan dari hadiah undian, penghasilan bunga atas diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, penghasilan sewa (tanah
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
22bangunan), dll. Beberapa contoh penghasilan tersebut menurut akuntansi akan ditambahkan pada laba usaha dalam periode direalisasikannya penghasilan tersebut sehingga dalam laporan labaruginya, pos pendapatan akan ditambah dengan jumlah penghasilan-penghasilan di atas sebagai kelompok pendapatan diluar usaha. Sedangkan dalam perpajakan, tidak lagi digabungkan dengan pos penghasilan bruto karena sudah dikenakan pajaknya langsung pada saat penghasilan itu terjadi (dengan tarip tertentu) oleh pemungut/pemotongnya. Jumlah penghasilan tersebut tidak perlu dimasukkan sebagai penghitungan laba kena pajak dan jumlah pajak yang telah dibayarkan tersebut berarti tidak bisa dikreditkan dengan pajak yang terutang, inilah yang selanjutnya dikatakan bersifat final. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan menghasilkan penghitungan labarugi yang berbeda antara pendekatan fiskal dengan pendekatan komersial laba sebelum pajak lebih besar dibandingkan dengan laba kena pajak.Aktiva lebih besar atau utang lebih kecilmenurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersial dikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menyusun neraca fiskal.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
232.
Adanya ketentuan perpajakan tentang penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak dan biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan (deductible expense)
. Contoh penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak adalah:penghasilan dividen (yang diterima oleh perusahaan perseroan, koperasi, yayasan, BUMN/BUMD dalam negeri) karena penyertaan modal pada badan usaha lain jika yang menerima adalah orang pribadi, firma atau bentuk badan usaha lain selain di atas maka dividen tersebut adalah juga sebagai penghasilan menurut perpajakan; pendapatan dalam bentuk natura atau kenikmatan lain; pendapatan bunga obligasi (bagi perusahaan reksa dana), penghasilan atas modal (yang berasal dari iuran nasabah) yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu (oleh Per-usahaan Dana Pensiun). Beberapa contoh pendapatan tersebut bukan sebagai penghasilan dalam perpajakan tetapi dalam akuntansi termasuk kelompok penghasilan. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan membuat penghitungan laba rugi menurut fiskal berbeda dengan menurut komersial laba sebelum pajak lebih besar daripada laba kena pajak. Aktiva (Utang) menurut komersial lebih besar (kecil) dibanding dengan Aktiva (utang) menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersia ldikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan labarugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan diatas untuk menyusun neraca fiskal. Contoh biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
24yang bukan merupakan pengurang penghasilan adalah: pengorbanan dalam bentuk natura dan kenikmatan lain, bantuan atau sumbangan pada pihak lain, biaya karena sanksi administrasi pelanggaran perpajakan (denda, bunga, kenaikan), biaya representasi/jamuan yang tidak ada daftar nominatifnya, gaji untuk anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer lain (kalau mereka bekerja/memberi manfaat di perusahaan maka dalam akuntansi tetap sebagai karyawan biasa yang juga memperoleh gaji). Biaya-biaya tersebut dalam perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, tetapi dalam akuntansi merupakan beban/biaya pada periode terjadinya sehingga dalam penyusunan laporan laba rugi akan dikurangkan dari pendapatan untuk menentukan laba sebelum pajak. Akibatnya laba rugi menurut komersial menunjukkan jumlah yang berbeda dengan laba rugi menurut fiskal laba sebelum pajak lebih kecil daripada laba kena pajak. Aktiva (utang) lebih kecil (lebih besar) menurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan adalah: Laba sebelum pajak dalam laporanlaba rugi komersial ditambah dengan sejumlah biaya di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal.Aktiva (utang) dalam neraca komersial ditambah (dikurangi) dengan sejumlah biaya di atas untuk menyusun neraca fiskal. Perbedaan Lain-lain. Faktor pembeda yang ke tiga terdiri dari:
1. Kerugian usaha dalam negeri.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
25Jika suatu perusahaan menderita kerugian dalam suatu tahun tertentu maka sejumlah kerugian tersebut menurut ketentuan perpajakan dapat dikompensasikan pada periodeberikutnya maksimal lima tahun.Akuntansi di Indonesia tidak secara jelas mengatur dapat tidaknyakerugian usaha dapat dikompensasi-kan ke periode sebelum atau sesudahnya. Contoh: PT Perdana dalam tahun 1995 menderita kerugian sebesar Rp 800 juta. Dalam limatahun berikutnya rugi laba komersial PT Perdana tampak sebagai berikut:1996:laba Rp 200 juta1997:labaRp 300 juta 1998: laba Rp 100 juta1999: laba Rp 50 juta 2000: laba Rp 250 juta Penyesuaian penghasilan (laba) kenapajak sebagai dasar penghitungan jumlah pajak terutang (terbayar) padatahun-tahun tersebut adalah sebagai berikut:
2. Penggabungan penghasilan dalam menentukan kredit pajak maksimal untuk laba atau rugi usaha di luar negeri.
Dengan dasar akrual (yang dianut akuntansi) maka jumlah pendapatan yang dilaporkan dalamlaporan laba rugi komersial adalahberdasar pada waktu terjadinyapendapatan tersebut tanpa meman-dang kas sudah diterima atau belum sedangkan dalam perpajakan, penggabungan penghasilan berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untukpenghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut, 2) untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilantersebut, 3) untuk penghasilan berupa dividen atas penyertaan saham lebihdari 50% dari jumlah modal disetor dilakukan berdasar Keputusan Menteri Keuangan RI. Contoh: PT Akbar Ananda di
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
26Yogyakarta dalam tahun 1998 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber di luar negeri dan dalam negerisebagai berikut: 1) Hasil usaha di Mexiko tahun 1998 (rugi) Rp 30 juta 2) Hasil usaha di dalam negeri tahun1998 (rugi) Rp 10 juta 3) Hasil usaha di Singapura tahun1998 (laba) Rp 80 juta 4) Dividen atas pemilikan saham pada X Ltd di Australia sebesar Rp 20 juta dari keuntungan tahun1995 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 1997, dan barudi bayarkan dalam tahun 1998 5) Dividen atas penyertaan saham (70%) pada Y Corp. di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek sebesar Rp 5 juta, yaitu berasal dari keuntungan saham tahun 1997 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1998 6) Bunga kuartal IV tahun 1998 sebesar Rp 10 juta dari perusahaan Z di Malaysia yang baru akan diterima tahun 1999. Dari informasi 1) s/d 7) di atas, besarnya penghasilan atau labasebelum pajak tahun 1998 menurut laba rugi Komersial adalah Rp 50juta terdiri dari: kerugian tahun 1998 dari poin 1) dan 2) digabung sebagai pengurang laba sebelum pajak tahun1998 pada poin 3), dividen poin 5) diakui sebagai penghasilan tahun1997 jika diumumkan tahun 1997,dividen poin 6) diakui tahun 1997 jika diumumkan pada tahun tersebut, bunga pada poin 6) diakui tahun 1998 tidak perlu menunggu sampai diterimanya kas. Menurut fiskal,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
27besarnya penghasilan sebagai laba kena pajak tahun 1998 adalah Rp 95 juta yang terdiri dari: gabungan rugi laba (penghasilan) poin 2) sampaidengan 5). Rugi pada poin 1) tidak boleh mengurangi total laba tahun1998, sedangkan bunga pada poin 6) baru boleh diakui sebagai penghasilan tahun 1999. Penyesuaian terhadap laporan laba rugi komersial tahun 1998 adalah laba sebelum pajak tahun tersebut ditambah dengan rugi Rp 10 juta dari poin 1) dan bunga Rp 10 juta dari poin 6), ditambah dividen Rp 20 juta dari poind) dan dividen Rp 5 juta dari poin 5).Perbedaan karena kerugian luar negeri merupakan perbedaan permanen, sedangkan perbedaan karena saat pengakuan penghasilan non usaha dan dividen seperti poin 4,5, dan 6 merupakan perbedaan waktu. 3.
Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP).
Untuk wajib pajak orang pribadi, yang menggunakan pembukuan maka penghasilan atau laba menurut penghitungan pembukuan tersebut masih dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan Penghasilan (Laba) Kena Pajak. Penyesuaian untuk kondisi ini adalah: laba sebelum pajak dikurangi dengan PTKP.
4.
Investment Tax Credit
,
Merupakan pengurangan sejumlah tertentu daripajak penghasilan yang terutang untuk mendorong tumbuhnya investasi di bidang-bidang tertentu.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
28Perlakuan
Investment Tax Credit
itu sendiri ada dua yaitu dengan
differred method
dan
flow through metod
, tetapi perbedaan keduanya tidak menyebabkan adanya perbedaan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Metode inipun belum diatur dalam SAK. UU Pajak Penghasilan di Indonesia juga tidak mengenal fasilitas kredit pajak investasi. Fasilitas kepada perusahaan yang melakukan investasi dalam bidangusaha, dan daerah tertentu berupa memperhitungkan depresiasi aktiva tetapnya (golongan I) berdasar tarip sebesar 100% (saldo menurun). Sehingga perbedaan karena invest-ment tax credit tidak dibahas lebihrinci dalam makalah ini. 5.
Preferential Tax Rate:
Perbedaan karena tarip pajak final dan tarip pajak progresif. Di Indonesia pajak hanya dikenal/diatur dalam aturan per-pajakan sehingga tidak mengenal perbedaan karena tarip pajak menurut akuntansi dan menurut perpajakan.
C. Kesimpulan
Banyak pihak yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan suatu perusahaan untuk berbagai macam kepentingan. Di Indonesia, penyusunan laporan keuangan didasarkan pada prinsip-prinsip yang lazim sebagai pedoman umumnya, yang selanjutnya diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Meskipun demikian ada pengguna lain terhadap informasi keuangan suatu perusahaan (pemerintah dalam kaitan dengan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
29perpajakan) yang mempunyai ketentuan tersendiri untuk menentukan jumlah laba kena pajak yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan lain tentang Perpajakan tersebut khususnya Pajak Penghasilan. Oleh karena pedoman dalam SAK maupun Peraturan Perpajakan dalam menentukan penghasilan (
income
) tidak semuanya sama maka timbullah beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut khususnya diakibatkan oleh perbedaan terminologi penghasilan dan “biaya”. Akibatnya terdapat perbedaan penghitungan laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) yang ampak dalam laporan keuangan komersial menurut versi akuntansi dengan laba kena pajak (
taxable income
) yang tampak dalam laporan keuangan fiskalmenurut versi perpajakan. Meskipun terdapat perbedaan tujuan antara perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan sesuai SAK untuk kepentingan komersial dengan pemerintah untuk kepentingan pengenaan pajak tetapi akuntan perusahaan tidak perlu membuat dua laporan keuangan yang berbeda. Untuk memenuhi kepentingan fiskus maka laporan keuangan komersial tersebut cukup disesuaikan dengan menambah atau mengurangi sejumlah tertentu yang membuat perbedaan tersebut pada laba sebelum pajak. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: perbedaan permanen, perbedaan waktu dan perbedaan lain-lain. Perbedaan permanen merupakan perbedaan yang mebuat laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajakdan bersifat tetap, tidak
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
30terkompensir ditahun-tahun berikutnya. Perbedaan waktu sifatnya hanya sementara, disebabkan oleh perbedaan dalam alokasi pendapatan atau biaya dan akanterkompensir pada periode-periode yanglain. Tanpa mempertimbangkan nilai waktu uang, perbedaan waktu tidak membuat laba sebelum pajak dan laba kena pajak berbeda secara akumulatif (setelah beberapa periode berlalu). Perbedaan lain-lain merupakan perbedaan yang bisa bersifat sementara ataupun tetap tetapi masih bersifat kondisional, yang tidak tergolong dalam dua perbedaan sebelumnya. Di Indonesia, akuntansi untuk pajak penghasilan belum diatur secara khusus dalam SAK sehingga dalam pelaksanaannya, tidak dibedakan antara biaya pajak penghasilan (yang mestinya dihitung berdasar laba sebelum pajak) dengan pajak penghasilan terutang atau kas (yang mestinya dihitung berdasar laba kena pajak). Penghitungan biaya pajak penghasilan masih dianggap sama dengan pajak penghasilan terutang (kas) yang dihitung menurut ketentuan perpajakan. Hal ini mestinya menjadi pemikiran para akuntan untuk mengatur lebih lanjut tentang akuntansi untuk pajak penghasilan tersebut. Beberapa kasus sudah diatur secara jelas dalam SAK tetapi belum dalam Perpajakan seperti diuraikan dalam beda waktu di atas. Sebaliknya ada hal-hal lain belum secara jelas diatur dalam akuntansi tetapi sudah diatur dalam aturan perpajakan seperti adanya kompensasi usaha kerugian dalam negeri. Di beberapa negara, perbedaan
taxable income denganpre tax financial income
menyebabkan biaya pajak penghasilan berbeda denganpajak
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
TUGAS PENGANTAR PERPAJAKAN IMAM WAHYUTOMO, SH, MM
Oleh: JOKO WARSITO NIM. 01.41.0328/F DIDIK EKO B.P. NIM. 01.41.0316/F RERENDRA NIM. 01.41.0320/F HERMANTO S NIM. 01.41.0311/E JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2004
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/ calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manjemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratansesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
1Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak - biasanya pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Oleh karena sistem pemungutan pajak yang dianut di negara kita adalah
Self Assestment System
dimana wajib pajak diberi wewenang penuh untuk menentukan besarnya pajak terutang mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (mengisi sendiri SPT), maka dalam penyampaian SPT nantinya harus melaporkan buktibukti yang mendukung penghitungan pajak terutang. Bagi wajib pajak yang mengadakan pembukuan, bukti tersebut berupa laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, seperti daftar penghitungan penyusutan, daftar piutang yang dihapuskan, penghitungan alokasi biaya kantor pusat, dll. Dari segi akuntansi, pedoman penyusunan laporan keuangan di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam hal penghitungan pajak yang terutang pedoman yang digunakan adalah Peraturan Perpajakan (UU No 10 tahun 1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991 dan peraturan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
2perpajakan lainnya). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sendiri tidak secara spesifik mengatur akuntansi terhadap Pajak Penghasilan. Biaya pajak penghasilan selama ini dianggap sama dengan utang pajak penghasilan (kas) yang penghitungannya didasarkan pada laba (penghasilan) menurut perpajakan. Di sisi lain, laporan keuangan yang dibuat perusahaan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan eksternal (individual investor) sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan ekonomik dan pihak internal untuk kepentingan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu perusahaanperusahaan besar mengutamakan menyusun laporan keuangan komersial untuk menunjukkan informasi yang realistis. Laporan laba rugi yang disusun secara komersial tersebut menghasilkan laba sebelum pajak, sedangkan laporan laba rugi fiskal menghasilkan laba kena pajak. Ketidaksamaan antara pedoman dalam SAK dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak yang salah satunya adalah digunakannya dasar akrual dalam akuntansi sementara dalam peraturan perpajakan tidak secara murni digunakan dasar akrual tersebut ataupun murni dasar tunai. Laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasar ketentuan SAK. Laba kena pajak (
taxable income
) adalah laba untuk tujuan pajak (“Penghasilan Kena Pajak”), merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
3pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar laba kena pajak tersebut, perusahaan mungkin hanya melakukan penyesuaian laba rugi komersial atau bahkan membuat dua laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan yang berbeda tersebut. Negara-negara tertentu tidak membedakan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Dalam kondisi yang demikian, memilih konsep laba mana yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan maupun mencari penyebab perbedaannya tidaklah perlu. Di Amerika Serikat, akuntansi terhadap pajak penghasilan masih menjadi isu yang kontroversial terutama pada masalah alokasi Pajak Penghasilan akibat dari
timing differences
. Artikel ini akan membahas mengenai penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal). Perbedaan pedoman dalam akuntansi dengan perpajakan juga secara tidak langsung akan membuat laporan keuangan komersial (dibuat berdasar Standar Akuntansi Keuangan), yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pemakai secara umum berbeda dengan laporan keuangan fiskal (dibuat berdasar peraturan perpajakan), yang biasanya dibuat untuk memenuhi kepentingan perpajakan (fiskus). Pembahasan juga disertai dengan ilustrasi sederhana mengenai pengaruh perbedaan-perbedaan tersebut dan bagaimana penyesuaiannya untuk memperoleh laporan keuangan fiskal. Sehingga meskipun terdapat perbedaan kepentingan antar pemakainya tetapi
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
4perusahaan tidak perlu membuat dua atau lebih laporan keuangan yang berbeda. Khususnya dalam penyajian laporan laba rugi, jumlah laba sebelum pajak disesuaikan/ direkonsiliasi dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah perbedaan tersebut sehingga diperoleh jumlah laba kena pajak yang benar menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. 2.
Rumusan Masalah
Apa penyebab perbedaan penghitungan laba sebelum pajak menurut akuntansi (pendekatan komersial) dengan laba kena pajak menurut peraturan per-pajakan (pendekatan fiskal) ?
B. Pembahasan
Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba yang membuat laba dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal berbeda secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
1. Latar Belakang Perbedaan Konsep Laba 1.1. Perbedaan Tujuan atau Sasaran Perusahaan
Pada dasarnya terdapat berbagai rumusan tentang tujuan perusahaan yang biasanya tidak merupakan satu kesatuan tetapi tujuan tersebut bahkan mengandung makna kemenduaan. Disatu sisi, Financial objectives suatu perusahaan adalah a) Memaksimalkan
return on assets
, b) memaksimalkan
shareholders
’ ataupun
stakehoders’wealth
,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
5c) Memaksimalkan
net
incomeatau
yang lain. Sedangkan di sisi yang lain,
taxation objectivenya
adalah meminimalkan pembayaran pajak (
minimizing tax-payments
) terutama perusahaan-perusahaan non BUMN dan BUMD tentunya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua tujuan tersebut nampaknya bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga membuat tidak terdapatnya
complete agreement
antara laba akuntansi (
accounting-income / pretax financial income
) dengan laba kena pajak (
taxable-income
). Tugas manaje-men adalah justru mencari atau bahkan menciptakan variabel-variabel yang membuat perbedaan tersebut yang berakibat berkurangnya pajak yang terutang sehingga tujuan minimisasi pajak tidak dipandang sebagai tujuan yang terpisah dengan tujuan finansialnya.
1.2. Perbedaan ekonomis
Perbedaan kedua pendekatan (komersial dan fiskal) juga akan bermakna ekonomis dalam pengambilan keputusan, tidak hanya bagi pihak eksternal tetapi juga bermakna ekonomis bagi pihak internal seperti manajemen suatu perusahaan. Manajemen biasanya dituntut untuk paling tidak mengambil suatu keputusan terutama dalam hal: d) investasi, e) pendanaan dan f) dividen.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
6Keputusan yang diambil manajemen merupakan pilihan satu diantara berbagai alternatif yang tersedia. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan, manajemen harus selalu mempertimbangkan hal-hal yang dianggap relevan baik dari segi
revenue, cost, timevalue of money
maupun dari segi lain. Ketiga keputusan tersebut juga tidak terlepas dari salah satu variabel yang mempengaruhi yaitu pajak khususnya pajak penghasilan. Keputusan investasi misalnya, informasi relevan yang perlu dipertimbangkan adalah aliran kas masuk setelah pajak (
after-tax cashflows
), yang berarti memasukkan pajak sebagai salah satu variabel penghitungannya. Demikian pula dalam kaitannya dengan keputusan pendanaan, informasi relevan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah biaya modal sesudah pajak (
after-tax cost of capital
). Keputusan dividen hendaknya mempertimbangkan dua faktor penting yaitu
liquidity test dan bankruptcy test
.
1.3. Area Perbedaan
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak menurut akuntansi dengan laba kena pajak menurut perpajakan secara lebih rinci dikategorikan dalam: Perbedaan waktu (
timing/temporarydifferences
), Perbedaan permanen (
permaent differences
), Perbedaan lain-lain (
other
differences
). Perbedaan Waktu dan Perbedaan
Permanen
Timing differences
(Perbedaan Waktu/ Sementara) didefinisikan oleh APB (FASB, 1989: 151 dalam Sugiri: hal 80) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara periode-periode
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
7pengakuan transaksi-transaksi yang mempengaruhi laba kena pajak (
taxable income
) dan periode-periode pengakuan transaksi-tranaksi tersebut dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak”. Setiap
timing differences
berasal dari satu periode akuntansi tertentu yang mempengaruhi laba kena pajak atau laba akuntansi dan kemudian berbalik pada satu atau lebih periode berikutnya. Empat tipe transaksi yang akan menimbulkan
timing differences
diuraikan sebagai berikut: Pendapatan atau keuntungan dimasukkan ke dalam laba kena pajak pada periode sesudah pos-pos tersebut dimasukkan dalam laba kuntansi sebelum pajak. Beban/biaya atau kerugian dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak pada periode sebelum pos-pos ter-sebut dikurangkan dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak.
Permanent differences
(perbedaanpermanen/tetap) didefinisikan oleh APB (Klinger dan Savage, 1988 dalam Sugiri) sebagai: “perbedaan-perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang muncul dari transaks-transaksi yang berdasarkan UU atau aturan perpajakan, tidak akan terhapus oleh selisih-selisih yang bersangkutan pada periode-periode yang lain”. Di Indonesia, ada dua bentuk perbedaan dalam perlakuan pos rekening yang mempengaruhi penghitungan laba rugi (Tjahjono, 1997: 501), yaitu: “Pertama, perbedaan tetep adalah transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui akuntansi tetapi tidak boleh diakui oleh pajak (peraturan pajak) atau sebaliknya. Kedua, perbedaan waktu adalah perbedaan pengakuan pendapatan atau biaya untuk penghitungan laba”. Suatu transaksi pendapatan atau biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
8sudah diakui akuntansi sehingga dilaporkan (dibukukan) dalam laporan keuangan periode tertentu tetapi menurut perpajakan diperhitungkan pada periode yang berbeda (ataupun dicatat dengan jumlah yang berbeda), dan sebaliknya. Dengan demikian perbedaan waktu ini hanya menyebabkan perbedaan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode saja sedangkan secara akumulasi (totalnya) tidak menyebabkan adanya perbedaan. Atau perbedaan disatu atau beberapa periode akan tertutup oleh periode yang lainnya. Kedua perbedaan tersebut terjadi karena terdapat terminologi yang berbeda dalam konsep akuntansi yang selanjutnya didasarkan pada SAK dengan peraturan perpajakan yang selanjutnya didasarkan pada Peraturan Perpajakan yang berlaku di Indonesia (UU No 10 tahun 1994 dan peraturan perpajakan lainnya). Penghasilan didefinisikan (SAK, Kerangka Dasar) sebagai: “ kenaikan manfaat ekonomis selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanammodal”. Menurut versi ini, penghasilan (
income
) meliputi baik pendapatan (
revenue
) yang timbul karena aktivitas perusahaan yang biasa seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bunga, dividen, royalti dan sewa maupun keuntungan (gains) seperti pos yang timbul karena pengalihan aktiva tak lancar, keuntungan yang belum direalisasi (revaluasi sekuritas yang dipasarkan dan kenaikan jumlah aktiva jangka panjang). Sedangkan menurut UU No 10 tahun1994 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1983
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
9tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 tahun 1991, Penghasilan didefinisikan sebagai: “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasaldari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Menurut versi ini, penghasilan dikelompokkan menjadi (Mardiasmo, 1997: 57):1) Penghasilan dari pekerjaan (hubungankerja), 2) Penghasilan dari kegiatanusaha, 3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, 4) Penghasilan daripekerjaan bebas, dan 5) Penghasilan lain-lain (yang tidak termasuk dalam keempat kelompok sebelumnya). Di sisi lain, biaya atau beban oleh Standar Akuntansi Keuangan didefinisikan sebagai: “penurunan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Beban atau biaya yang dimaksud di sini meliputi beban yang timbul dari pelaksanaan aktivitas utama perusahaan seperti: beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan maupun kerugian yang timbul yang tidak ada kaitan langsung dengan aktivitas perusahaan yang mencerminkan pengurangan manfaat ekonomi, seperti: rugi karena bencana alam, selisih kurs,dll. Menurut UU Perpajakan, pengurang penghasilan bruto atau “biaya” (tidak semua biaya merupakan pengurang penghasilan bruto dan tidak semua
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
10pengurang penghasilan bruto adalah biaya), didefinisikan sebagai: “biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berujud; iuran kepada dana pensiun; kerugian atas penjualan atau pengalihan harta; kerugian karena selisih kurs: biaya penelitian dan pengembangan per-usahaan yang dilakukan di Indonesia: biaya bea siswa, magang dan pelatihan”. Dalam akuntansi, semua barang atau jasa yang digunakan untuk merealisasikan pendapatan dalam suatu periode akuntansi disebut sebagai biaya, tetapi dalam perpajakan, konsep biaya dibedakan menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (
deductibleexpense
) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible expense). Dengan kata lain, tidak semua biaya (dalam pengertian akuntansi) dapat sebagai pengurang penghasilan bruto dalam perpajakan. Pengurang penghasilan bruto (“biaya”) dalam pengertian perpajakan telah diatur/ditetapkan secara terinci sesuai pasal 6 ayat 1 poin a) s /d g), pasal 2 (pengurang penghasilan karena kompensasi kerugian) dan pasal 3 (Penghasilan Tidak Kena Pajak - khusus untuk Wajib PajakOrang Pribadi).
2. Pengaruh Area Perbedaan Terhadap Laporan Keuangan Perbedaan Waktu.
Beberapa faktor yang jelas-jelas menyebabkan terjadinya perbedaan waktu, antara lain adalah:
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
112.1. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva Berujud dan Amortisasi
Aktiva Sumber Alam & Aktiva Tak Berujud. Depresiasi (Penyusutan) Aktiva berujud merupakan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) dari suatu aktiva yang dialokasikan berdasar suatu dasar yang sistematis dan beralasan selama masa manfaat aktiva tersebut. Biaya depresiasi ini menjadi penyebab beda waktu karena terdapat beberapa metode yang berbeda yang dianut oleh akuntansi dan oleh perpajakan sehingga membuat pengalokasian ke masing-masing tahun berbeda meskipun jumlah totalnya menjadi sama. Perbedaan biaya ini hanya berpengaruh pada laba rugi perusahaan antar satu periode dengan periode lainnya tetapi jumlah keseluruhan yang dapat disusutkan tersebut akhirnya akan dinikmati pula oleh periode-periode selama masa manfaat aktiva tersebut. Sehingga setelah masa manfaat aktiva tersebut berakhir jumlah pengurang penghasilan (biaya) akan sama, dialokasikan dengan jumlah yang berbeda untuk setiap periodenya. Perbedaan jumlah yang dialokasikan tersebut tergantung pada faktor penentu depresiasi. Perbedaan faktor penentu depresiasi menurut akuntansi dan perpajakan adalah: 1) metode depresiasi, 2) penentuan masa manfaat aktiva tetap, 3) perlakuan nilai residu (nilai sisa). Penjelasan ini dapat secara sistematis dilihat pada tabel 1.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
12 Sebagai ilustrasi: PT AKBAR mempunyai suatu aktiva tetap yang dibelidan mulai digunakan awal bulan Januari1995. Aktiva tersebut diperoleh dengan harga Rp 50 juta, manajemen menaksir umur ekonomis aktiva tersebut adalah 5 tahun. Dalam 5 tahun tersebut diperkirakan akan menghasilkan5.000.000 unit produk dengan perincian: 5 tahun berturut-turut adalah: 1 juta unit, 1,5 juta unit, 1 juta unit, 1 juta unit dan 500.000 unit. Menurut ketentuan perpajakan aktiva tersebut bukan bangunan dan termasuk golongan I. Penghitungan depresiasi setiap tahun selama umur
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
13ekonomis aktiva tersebut dengan beberapa alternatif metode depresiasi tampak pada tabel 2A dan2B.
Dari tabel 2B di atas menunjukkan bahwa jika tanpa ada nilai residu maka total depresiasi selama lima tahun atau empat tahun adalah sama. Meskipun pengaruh depresiasi terhadap penghitungan laba (rugi) setiap tahunnya berbeda tetapi setelah habis masa manfaatnya aktiva tersebut akan terdepresiasi dengan jumlah yang sama. Artinya hanya alokasi pengurangan terhadap pendapatan saja yang tidak sama tetapi perbedaan tersebut akan terkompensir di tahun-tahun yang lain sehingga secara
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
14akumulatif pengurang pendapatan yang bersumber dari depresiasi akan sama. Oleh karena perpajakan (fiskal) menganggap bahwa tidak terdapat nilai residu (nilai sisa) untuk metode saldo menurun adanya nilai sisa langsung dibebankan pada tahun terakhir maka baik tabel 2A maupun tabel 2B didapatkan penghitungan total depresiasi selama masa manfaat aktiva dengan jumlah yang sama. Hal ini akan berbeda dengan pendekatan komersial dimana diakui adanya nilai residu untuk menentukan jumlah yang disusutkan (
depreciableamount
). Dalam kondisi yang demikian maka total penghitungan depresiasi selama lima tahun dari tabel 2A dan 2B menjadi berbeda yang berarti akan mempengaruhi perbedaan penghitungan laba rugi secara akumulatifnya. Dari kedua tabel di atas, jika manajemen menaksir adanya nilai residu suatu aktiva berujud pada akhir masa manfaatnya maka depresiasi bukan merupakan beda waktu. Beda waktu terjadi jika suatu aktiva tetap berujud tidak mepunyai nilai sisa (karena fiskal tidak mengakui adanya nilai sisa sedangkan komersial mengakuinya), sehingga total depresiasi dengan metode apapun selama masa manfaat aktiva tersebut tidak mempengaruhi penghitungan laba rugi baik menurut pendekatan fiskal maupun komersial. Amortisasi aktiva tak berujud (seperti hak paten, hak cipta, franchaise, merk dagang, dan goodwill) pada prinsipnya analog dengan depresiasi aktiva berujud. Artinya mekanisme pengaruhnya terhadap perbedaan sementara (waktu) laporan keuangan fiskal adalah sama dengan uraian di atas. Untuk menghitung amortisasi setiap tahunnya, aktiva tak berujud (menurut fiskal) juga dikelompokkan menjadi empat dengan alternatif
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
15penggunaan metode depresiasi Garis Lurus dan Saldo Menurun dengan sisa nilai buku dihabiskan pada tahun terakhir. Sementara menurut akuntansi hanya dibatasi masa manfaat aktiva tersebut tidak boleh lebih dari 20 tahun, sedangkan metode depresiasi yang dianjurkan adalah Garis Lurus namun diperbolehkan menggunakan metode lain yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Amortisasi aktiva sumber alam (meliputi: penambangan minyak dan gasbumi, hak penguasaan hutan, hak penguasaan sumber alam serta sumberlain) dengan masa manfaat lebih dari satu tahun akan diamortisasi dengan metode garis lurus atau satuan produksi menurut akuntansi. Dalam ketentuan fiskal, metode amortisasi yang digunakan adalah satuan produksi dengan catatan untuk aktiva selain penambangan minyak dan gas bumi dilakukan amortisasi maksimal 20% per tahun. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial untuk menghitung laba kena pajak adalah dengan: 1)mencari selisih depresiasi (amortisasi) menurut penghitungan akuntansi dengan menurut fiskal, 2) jika depresiasi menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut fiskal maka selisih tersebut ditambahkan pada laba sebelum pajak, dan sebaliknya, 3) sejumlah selisih tersebut juga dikurangkan dari akumulasi depresiasi dalam neraca.
2.2 Penilaian Persediaan
Dalam perpajakan, persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan secara rata-
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
16rata (
average
) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang disebut dengan FIFO (First In First Out) / MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama). Dalam akuntansi banyak metode bisa digunakan untuk menentukan besarnya persediaan dan harga pokok penjualan, diantaranya adalah metode FIFO/MPKP, LIFO (Last In First Out) / MPKT (Masuk Pertama KeluarTerakhir), Rerata Tertimbang atau metode lain. Beda waktu terjadi jika pendekatan untuk membuat laporan keuangan komersial berbeda dengan kepentingan fiskal. Sebagai ilustrasi: PT Perdana adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan makanan. Oleh karena produk ini mempunyai batas kadaluwarsa (
expired date
) maka biasanya pembeli selalu membeli/memilih barang yang terbaru, sedangkan barang-barang yang lebih baru biasanya masuk terlebih akhir (terjual lebih awal). Oleh karena itu agar diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen maka dipilihlah metode LIFO untuk menghitung harga pokok persediaan akhir maupun harga pokok penjualan. Alasan memilih metode ini adalah perusahaan ini bergerak dibidang penjualan makanan. Sementara untuk kepentingan fiskal hanya ada dua alternatif metode yaitu FIFO dan Average, sedangkan PT Perdana menggunakan metode FIFO. Data (disajikan secara sederhana) mengenai persediaan awal, pembelian dan penjualan PT Perdana adalah sebagai berikut: persediaan awal tahun 1998 10 unit @ Rp 5.000 tahun, pembelian selama tahun 1998 20 unit @Rp 6.000, tahun 1999 25 unit @ Rp7.000, penjualan selama tahun 1998adalah 15 unit @ Rp 8.000, tahun 199940 unit
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
17@ Rp 9.000. Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokokpenjualan (HPP) untuk kepentingan pembuatan laporan keuangan tampakdalam tabel 3.
Akibat perbedaan metode maka alokasi HPP berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba kotor yang berbeda. Namun demikian perbedaan tersebut tidak bersifat tetap karena akan dikompensir pada periode berikutnya. Dalam kasus di atas, setelah dua tahun,secara total laba kotor untuk pendekatan komersial dan fiskal menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan oleh adanya saling hubungan antara elemen dalam penghitungan laba atau rugi perusahaan, yaitu persediaan akhir periode tertentu merupakan persediaan awal periode berikutnya. Pembahasan ini juga berlaku untuk penilaian terhadap sekuritas atau surat-surat berharga. Jika persediaan akhir menurut komersial dalam suatu periode lebih besar daripada menurut fiskal maka penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: 1) laba sebelum pajak dikurangi dengan selisih persediaan tersebut, 2) persediaan barang dalamaktiva - neraca komersial dikurangi sejumlah selisih persediaan tersebut, dan sebaliknya.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
182.3 Penghapusan Piutang
Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa “piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih”. Dalam akuntansi sendiri sebenarnya dikenal dua metode penghapusan piutang, yaitu: metode langsung dan metode cadangan. Dalam metode langsung, kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih sesuai dengan kebijakan perusahaan atau pernyataan debitur. Dengan demikian pengakuan kerugian piutang sebagai pengurang pendapatan baru dilakukan pada tahun terjadinya penghapusan piutang tersebut. Dalam metode cadangan, pada setiap akhir suatu periode dibentuklah cadangan kerugian piutang untuk menaksir jumlah piutang yang sekiranya tidak dapatdi tagih pada periode berikutnya. Pada saat pembentukan cadangan ini perusahaan mengakui adanya kerugian piutang sedangkan pada saat benar-benar terjadi piutang yang tidak tertagih (piutang harus dihapus) maka tidak lagi engakui adanya kerugian piutang tetapi hanya menghapus piutang dan membebankannya ke rekening cadangan erugian piutang yang telah dibentuk ebelumnya. Pernyataan SAK di atas mengandung makna agar akuntansi di Indonesia menganut metode cadangan dalam penghapusan piutang. Dalam perpajakan, salah satu komponen tidak diperbolehkan sebagai pengurang
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
19penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi, usaha pertambangan sebagai cadangan biaya reklamasi. Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih.Hal ini berarti metode yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Perbedaan pengurangan kerugian piutang dari pendapatan dalam laporan laba rugi hanya dalam waktu pengakuan kerugian piutang saja dan akan saling menutup pada periode yang lain. Sebagai contoh: PT Perdana menggunakan metode cadangan dalam menghapus piutangnya. Pada akhir tahun 1997, dengan analisis umur piutang dan berdasar pengalaman tahun-tahun lalu diperkirakan bahwa jumlah piutang yang tidak dapat tertagih di tahun 1998 adalah Rp 200.000. Menurut akuntansi, pengakuan kerugian piutang dilakukan tahun 1997 dengan membentuk cadangan kerugian piutang sebesar Rp 200.000. Pengakuan kerugian piutang ini akan mempengaruhi berkurangnya laba sebelum pajak sebesar Rp 200.000 di tahun 1997. Jika tahun 1998 piutang sebesar Rp 200.000 benar-benar tidak bisa ditagih (karena perrnyataan debitur yang bangkrut atau alasan lain) maka laba (rugi) tahun 1998 tidak terpengaruh oleh adanya penghapusan piutang tersebut karena penghapusan ini hanya mengurangi piutang dagang dan cadangan kerugian
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
20piutang sedangkan kerugian piutangnya sudah diakui di tahun 1997. Menurut perpajakan, oleh karena tidak diperbolehkan membentuk cadangan maka kerugian piutang baru diakui pada tahun terjadinya penghapusan piutang yaitu tahun 1998. Akibatnya adalah jika perusahaan dalam kondisi laba di tahun1997 maka laba tersebut tidak terpengaruh (berkurang) oleh kerugian piutang sebesar Rp 200.000, tetapi labadi tahun 1998 baru terpengaruh oleh kerugian piutang, yaitu turun (berkurang) sebesar Rp 200.000. Dengan demikian selama dua tahun berturut-turut secara akumulatif kerugian piutang sebesar Rp200.000 akan berpengaruh sama baik menurut akuntansi maupun menurut perpajakan. Penjelasan penghitungan secara detail tampak dalam tabel 4 berikut.
Penyesuaian untuk laporan keuangan fiskal adalah: 1) laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi tahun 1997 (tahun pembentukan cadangan) ditambah dengan Rp 200.000 (sebesar kerugian piutang yang diakui tahun tersebut) untuk memperoleh laba kena pajak tahun 1997, laba sebelum pajak tahun 1998 ditambah dengan Rp 200.0002) rekening cadangan kerugian piutang dalam neraca komersial tahun 1997 dikurangi dengan Rp 200.000, untuk tahun 1998 ditambah Rp 200.000 (sebesar penghapusan piutang /
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
21piutangyang benar-benar tidak tertagih di tahun tersebut). Selain ketiga faktor perbedaan waktudi atas sebenarnya masih terdapat beberapa faktor yang kemungkinan bisa membuat terjadinya perbedaan waktu tetapi belum secara tegas diatur dalam ketentuan perpajakan sedangkan dalam akuntansi telah mengaturnya. Faktor-faktor tersebut adalah: Pengakuan pendapatan dari hasil penjualan angsuran Biaya diterima di muka Beban jaminan gratis
Foreign currency translation Leasing
Biaya Sebelum masa operasi
Unremitted eranings
of subsidiaries Perlakuan bunga dalam masakonstruksi Secara umun dapat dikatakan bahwa perbedaan waktu, meskipun menyebabkan laba sebelum pajak dengan laba kena pajak antar periode berbeda tetapi secara akumulasinya akan berjumlah sama dan hanya alokasi/pembebanan antar periode saja yang tidak sama. Oleh karena itu pengaruh perbedaan waktu ini dalam satu periodeakan ditutup oleh periode yang lain atau pengaruhnya terhadap laporan keuangan (khususnya laporan laba rugi) hanya bersifat sementara. Perbedaan Permanen. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan permanen dikelompokkan kedalam: 1.
Adanya penghasilan yang merupakan obyek pajak yang bersifat final
, meliputi: Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan karena transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan, penghasilan dari hadiah undian, penghasilan bunga atas diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, penghasilan sewa (tanah
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
22bangunan), dll. Beberapa contoh penghasilan tersebut menurut akuntansi akan ditambahkan pada laba usaha dalam periode direalisasikannya penghasilan tersebut sehingga dalam laporan labaruginya, pos pendapatan akan ditambah dengan jumlah penghasilan-penghasilan di atas sebagai kelompok pendapatan diluar usaha. Sedangkan dalam perpajakan, tidak lagi digabungkan dengan pos penghasilan bruto karena sudah dikenakan pajaknya langsung pada saat penghasilan itu terjadi (dengan tarip tertentu) oleh pemungut/pemotongnya. Jumlah penghasilan tersebut tidak perlu dimasukkan sebagai penghitungan laba kena pajak dan jumlah pajak yang telah dibayarkan tersebut berarti tidak bisa dikreditkan dengan pajak yang terutang, inilah yang selanjutnya dikatakan bersifat final. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan menghasilkan penghitungan labarugi yang berbeda antara pendekatan fiskal dengan pendekatan komersial laba sebelum pajak lebih besar dibandingkan dengan laba kena pajak.Aktiva lebih besar atau utang lebih kecilmenurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersial dikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menyusun neraca fiskal.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
232.
Adanya ketentuan perpajakan tentang penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak dan biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan (deductible expense)
. Contoh penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak adalah:penghasilan dividen (yang diterima oleh perusahaan perseroan, koperasi, yayasan, BUMN/BUMD dalam negeri) karena penyertaan modal pada badan usaha lain jika yang menerima adalah orang pribadi, firma atau bentuk badan usaha lain selain di atas maka dividen tersebut adalah juga sebagai penghasilan menurut perpajakan; pendapatan dalam bentuk natura atau kenikmatan lain; pendapatan bunga obligasi (bagi perusahaan reksa dana), penghasilan atas modal (yang berasal dari iuran nasabah) yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu (oleh Per-usahaan Dana Pensiun). Beberapa contoh pendapatan tersebut bukan sebagai penghasilan dalam perpajakan tetapi dalam akuntansi termasuk kelompok penghasilan. Akibat dari perlakuan penghasilan ini akan membuat penghitungan laba rugi menurut fiskal berbeda dengan menurut komersial laba sebelum pajak lebih besar daripada laba kena pajak. Aktiva (Utang) menurut komersial lebih besar (kecil) dibanding dengan Aktiva (utang) menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial adalah: Laba sebelum pajak dalam laporan laba rugi komersia ldikurangi dengan sejumlah penghasilan di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan labarugi fiskal. Aktiva (utang) dalam neraca komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan diatas untuk menyusun neraca fiskal. Contoh biaya
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
24yang bukan merupakan pengurang penghasilan adalah: pengorbanan dalam bentuk natura dan kenikmatan lain, bantuan atau sumbangan pada pihak lain, biaya karena sanksi administrasi pelanggaran perpajakan (denda, bunga, kenaikan), biaya representasi/jamuan yang tidak ada daftar nominatifnya, gaji untuk anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer lain (kalau mereka bekerja/memberi manfaat di perusahaan maka dalam akuntansi tetap sebagai karyawan biasa yang juga memperoleh gaji). Biaya-biaya tersebut dalam perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, tetapi dalam akuntansi merupakan beban/biaya pada periode terjadinya sehingga dalam penyusunan laporan laba rugi akan dikurangkan dari pendapatan untuk menentukan laba sebelum pajak. Akibatnya laba rugi menurut komersial menunjukkan jumlah yang berbeda dengan laba rugi menurut fiskal laba sebelum pajak lebih kecil daripada laba kena pajak. Aktiva (utang) lebih kecil (lebih besar) menurut komersial dibanding menurut fiskal. Penyesuaian terhadap laporan keuangan adalah: Laba sebelum pajak dalam laporanlaba rugi komersial ditambah dengan sejumlah biaya di atas untuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun laporan laba rugi fiskal.Aktiva (utang) dalam neraca komersial ditambah (dikurangi) dengan sejumlah biaya di atas untuk menyusun neraca fiskal. Perbedaan Lain-lain. Faktor pembeda yang ke tiga terdiri dari:
1. Kerugian usaha dalam negeri.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
25Jika suatu perusahaan menderita kerugian dalam suatu tahun tertentu maka sejumlah kerugian tersebut menurut ketentuan perpajakan dapat dikompensasikan pada periodeberikutnya maksimal lima tahun.Akuntansi di Indonesia tidak secara jelas mengatur dapat tidaknyakerugian usaha dapat dikompensasi-kan ke periode sebelum atau sesudahnya. Contoh: PT Perdana dalam tahun 1995 menderita kerugian sebesar Rp 800 juta. Dalam limatahun berikutnya rugi laba komersial PT Perdana tampak sebagai berikut:1996:laba Rp 200 juta1997:labaRp 300 juta 1998: laba Rp 100 juta1999: laba Rp 50 juta 2000: laba Rp 250 juta Penyesuaian penghasilan (laba) kenapajak sebagai dasar penghitungan jumlah pajak terutang (terbayar) padatahun-tahun tersebut adalah sebagai berikut:
2. Penggabungan penghasilan dalam menentukan kredit pajak maksimal untuk laba atau rugi usaha di luar negeri.
Dengan dasar akrual (yang dianut akuntansi) maka jumlah pendapatan yang dilaporkan dalamlaporan laba rugi komersial adalahberdasar pada waktu terjadinyapendapatan tersebut tanpa meman-dang kas sudah diterima atau belum sedangkan dalam perpajakan, penggabungan penghasilan berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untukpenghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut, 2) untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilantersebut, 3) untuk penghasilan berupa dividen atas penyertaan saham lebihdari 50% dari jumlah modal disetor dilakukan berdasar Keputusan Menteri Keuangan RI. Contoh: PT Akbar Ananda di
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
26Yogyakarta dalam tahun 1998 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber di luar negeri dan dalam negerisebagai berikut: 1) Hasil usaha di Mexiko tahun 1998 (rugi) Rp 30 juta 2) Hasil usaha di dalam negeri tahun1998 (rugi) Rp 10 juta 3) Hasil usaha di Singapura tahun1998 (laba) Rp 80 juta 4) Dividen atas pemilikan saham pada X Ltd di Australia sebesar Rp 20 juta dari keuntungan tahun1995 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 1997, dan barudi bayarkan dalam tahun 1998 5) Dividen atas penyertaan saham (70%) pada Y Corp. di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek sebesar Rp 5 juta, yaitu berasal dari keuntungan saham tahun 1997 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 1998 6) Bunga kuartal IV tahun 1998 sebesar Rp 10 juta dari perusahaan Z di Malaysia yang baru akan diterima tahun 1999. Dari informasi 1) s/d 7) di atas, besarnya penghasilan atau labasebelum pajak tahun 1998 menurut laba rugi Komersial adalah Rp 50juta terdiri dari: kerugian tahun 1998 dari poin 1) dan 2) digabung sebagai pengurang laba sebelum pajak tahun1998 pada poin 3), dividen poin 5) diakui sebagai penghasilan tahun1997 jika diumumkan tahun 1997,dividen poin 6) diakui tahun 1997 jika diumumkan pada tahun tersebut, bunga pada poin 6) diakui tahun 1998 tidak perlu menunggu sampai diterimanya kas. Menurut fiskal,
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
27besarnya penghasilan sebagai laba kena pajak tahun 1998 adalah Rp 95 juta yang terdiri dari: gabungan rugi laba (penghasilan) poin 2) sampaidengan 5). Rugi pada poin 1) tidak boleh mengurangi total laba tahun1998, sedangkan bunga pada poin 6) baru boleh diakui sebagai penghasilan tahun 1999. Penyesuaian terhadap laporan laba rugi komersial tahun 1998 adalah laba sebelum pajak tahun tersebut ditambah dengan rugi Rp 10 juta dari poin 1) dan bunga Rp 10 juta dari poin 6), ditambah dividen Rp 20 juta dari poind) dan dividen Rp 5 juta dari poin 5).Perbedaan karena kerugian luar negeri merupakan perbedaan permanen, sedangkan perbedaan karena saat pengakuan penghasilan non usaha dan dividen seperti poin 4,5, dan 6 merupakan perbedaan waktu. 3.
Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP).
Untuk wajib pajak orang pribadi, yang menggunakan pembukuan maka penghasilan atau laba menurut penghitungan pembukuan tersebut masih dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan Penghasilan (Laba) Kena Pajak. Penyesuaian untuk kondisi ini adalah: laba sebelum pajak dikurangi dengan PTKP.
4.
Investment Tax Credit
,
Merupakan pengurangan sejumlah tertentu daripajak penghasilan yang terutang untuk mendorong tumbuhnya investasi di bidang-bidang tertentu.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
28Perlakuan
Investment Tax Credit
itu sendiri ada dua yaitu dengan
differred method
dan
flow through metod
, tetapi perbedaan keduanya tidak menyebabkan adanya perbedaan laba kena pajak dan laba sebelum pajak. Metode inipun belum diatur dalam SAK. UU Pajak Penghasilan di Indonesia juga tidak mengenal fasilitas kredit pajak investasi. Fasilitas kepada perusahaan yang melakukan investasi dalam bidangusaha, dan daerah tertentu berupa memperhitungkan depresiasi aktiva tetapnya (golongan I) berdasar tarip sebesar 100% (saldo menurun). Sehingga perbedaan karena invest-ment tax credit tidak dibahas lebihrinci dalam makalah ini. 5.
Preferential Tax Rate:
Perbedaan karena tarip pajak final dan tarip pajak progresif. Di Indonesia pajak hanya dikenal/diatur dalam aturan per-pajakan sehingga tidak mengenal perbedaan karena tarip pajak menurut akuntansi dan menurut perpajakan.
C. Kesimpulan
Banyak pihak yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan suatu perusahaan untuk berbagai macam kepentingan. Di Indonesia, penyusunan laporan keuangan didasarkan pada prinsip-prinsip yang lazim sebagai pedoman umumnya, yang selanjutnya diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Meskipun demikian ada pengguna lain terhadap informasi keuangan suatu perusahaan (pemerintah dalam kaitan dengan
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
29perpajakan) yang mempunyai ketentuan tersendiri untuk menentukan jumlah laba kena pajak yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan lain tentang Perpajakan tersebut khususnya Pajak Penghasilan. Oleh karena pedoman dalam SAK maupun Peraturan Perpajakan dalam menentukan penghasilan (
income
) tidak semuanya sama maka timbullah beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut khususnya diakibatkan oleh perbedaan terminologi penghasilan dan “biaya”. Akibatnya terdapat perbedaan penghitungan laba sebelum pajak (
pre tax financial income
) yang ampak dalam laporan keuangan komersial menurut versi akuntansi dengan laba kena pajak (
taxable income
) yang tampak dalam laporan keuangan fiskalmenurut versi perpajakan. Meskipun terdapat perbedaan tujuan antara perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan sesuai SAK untuk kepentingan komersial dengan pemerintah untuk kepentingan pengenaan pajak tetapi akuntan perusahaan tidak perlu membuat dua laporan keuangan yang berbeda. Untuk memenuhi kepentingan fiskus maka laporan keuangan komersial tersebut cukup disesuaikan dengan menambah atau mengurangi sejumlah tertentu yang membuat perbedaan tersebut pada laba sebelum pajak. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: perbedaan permanen, perbedaan waktu dan perbedaan lain-lain. Perbedaan permanen merupakan perbedaan yang mebuat laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajakdan bersifat tetap, tidak
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
30terkompensir ditahun-tahun berikutnya. Perbedaan waktu sifatnya hanya sementara, disebabkan oleh perbedaan dalam alokasi pendapatan atau biaya dan akanterkompensir pada periode-periode yanglain. Tanpa mempertimbangkan nilai waktu uang, perbedaan waktu tidak membuat laba sebelum pajak dan laba kena pajak berbeda secara akumulatif (setelah beberapa periode berlalu). Perbedaan lain-lain merupakan perbedaan yang bisa bersifat sementara ataupun tetap tetapi masih bersifat kondisional, yang tidak tergolong dalam dua perbedaan sebelumnya. Di Indonesia, akuntansi untuk pajak penghasilan belum diatur secara khusus dalam SAK sehingga dalam pelaksanaannya, tidak dibedakan antara biaya pajak penghasilan (yang mestinya dihitung berdasar laba sebelum pajak) dengan pajak penghasilan terutang atau kas (yang mestinya dihitung berdasar laba kena pajak). Penghitungan biaya pajak penghasilan masih dianggap sama dengan pajak penghasilan terutang (kas) yang dihitung menurut ketentuan perpajakan. Hal ini mestinya menjadi pemikiran para akuntan untuk mengatur lebih lanjut tentang akuntansi untuk pajak penghasilan tersebut. Beberapa kasus sudah diatur secara jelas dalam SAK tetapi belum dalam Perpajakan seperti diuraikan dalam beda waktu di atas. Sebaliknya ada hal-hal lain belum secara jelas diatur dalam akuntansi tetapi sudah diatur dalam aturan perpajakan seperti adanya kompensasi usaha kerugian dalam negeri. Di beberapa negara, perbedaan
taxable income denganpre tax financial income
menyebabkan biaya pajak penghasilan berbeda denganpajak
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
31penghasilan terutang (kas). Perbedaan tersebut tidak akseptebel menurut konvensi sistem pembukuan berpasangan (
double entry
book keeping system
), sehingga mereka menawarkan solusi yangmungkin, yaitu: 1) biaya pajak penghasilan maupun utang ataukas keduanya dihitung berdasar
taxable income
, 2) keduanya dihitung berdasar
pre-taxfinancial income
. Beberapa pendapat kemudian muncul mana diantaranya yang lebih realistis dan esensial untuk mengakui pajak peng-hasilan. Untuk menjembatani keduanya, dilakukanlah prosedur
inter period tax allocation
dimana biaya pajak penghasilan dihitung berdasar
pre tax financialincome
, pajak penghasilan terutang dihitung berdasar
taxable income
sedangkan selisihnya diakui sebagai
deffered tax
(pajak penghasilan ditangguhkan) sebagai akibat perbedaan waktu (sementara). Masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana alokasiantar periode tersebut dilakukan secaraadil dan benar.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
32DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia, (1994), StandarAkuntansi Keuangan: Buku Satu dan Dua,Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Mardiasmo, (1997), Perpajakan, Edisi 5,Yogyakarta: Penerbit Andi. Slamet Sugiri, (1997), “Prosedur Alokasi PPhMenurut SFAS 96”, Kajian Bisnis, Yogyakarta:STIE Widya Wiwaha. Tjahjono Achmad dan Husein F, Muhammad,(1997), Perpajakan, Edisi Pertama,Yogyakarta: UPP AMP YKPN. UU Perpajakan 1995 dan Peraturan PelaksanaanUndang-Undang, (1995), Bandung: CitraUmbara. Zaki Baridwan, (1993), Intermediate Accounting,Edisi 7, Yogyakarta: BPFE-UGM.
PENYESUAIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
33
31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar