Rabu, 22 Desember 2010

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN


Istilah "puber" berasal dari kata "pubes" yang artinya rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan. Kondisi ini dialami oleh anak berusia belasan tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Puber kedua adalah kondisi dimana terdapat kesamaan perilaku seperti yang dialami anak-anak yang memasuki masa puber, seperti lebih memperhatikan penampilan, lebih memperhatikan lawan jenis, dan sebagainya.
Puber kedua dialami oleh pria maupun wanita yang memasuki usia 40 tahun ke atas. Gejala yang timbul pada pria saat memasuki puber kedua adalah :
·         Enggan tampil tua. Mereka mulai memperhatikan penampilannya maupun keindahan tubuhnya. Rambutnya disemir ala anak muda, bergaya gaul, memodifikasi mobilnya menjadi ceper, dan sebagainya.
·         Mereka juga mulai senang kembali berpetualang. Mulai dari dari naik motor jarak jauh, sampai keluar masuk diskotek.
·         Produktivitas hidup meningkat. Banyak ditemui bahwa mereka semakin mahir bernegosiasi, semakin maju bisnisnya, maupun semakin memukau karirnya.
Sedangkan pada wanita, gejala yang muncul adalah :
·         Terganggu atau berhentinya proses menstruasi (terjadi menopause). Hal ini terjadi karena gonadotrop tidak diproduksi lagi oleh kelenjar hypophysc. Efek yang terjadi adalah pusing, lesu, dan kurang bergairah. Akibatnya kestabilan emosi sering terganggu.
·         Timbunan lemak menyusut sehingga kulit mulai keriput, bahkan buah dada mulai berubah bentuk. Rambutpun mulai memutih. Keadaan ini akan berpengaruh pada kejiwaannya. Apalagi jika suami memandang hal itu sebagai suatu kemunduran.
Setiap orang akan mengalami fase puber kedua ini. Karena itu perlu persiapan yang cukup matang untuk memasuki fase krisis ini. Di sinilah komitmen perkawinan kembali teruji. Komunikasi dan pengertian memegang peran yang sangat penting bagi pasangan yang mulai memasuki masa puber kedua ini. Kondisi yang berbeda antara suami dan istri sering kali memicu konflik di antara mereka berdua. Suami semakin bersemangat dalam banyak hal, sedangkan istri semakin lesu dan kurang bergairah. Bila terjadi komunikasi yang baik di antara pasangan yang memasuki masa ini, maka masalah krisis kedua ini akan dapat diselesaikan dengan baik.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melewati masa puber kedua dengan baik adalah:
·         Bertamasya berdua tanpa diganggu oleh kehadiran anak
·         Memberikan kejutan seperti candle light dinner, membelikan barang yang sedang diinginkan pasangan, dan sebagainya
·         Membuka kembali album foto kenangan bersama-sama
·         Menonton bioskop berdua saja
·         Dan sebagainya
Dengan demikian diharapkan pasangan yang memasuki masa puber kedua dapat melewatinya dengan baik dan memasuki usia senja dengan bahagia.



Kenakalan Remaja

Ada seorang Ibu yang tinggal di Jakarta bercerita bahwa sejak maraknya kasus tawuran pelajar di Jakarta, Beliau mengambil inisiatif untuk mengantar dan menjemput anaknya yang sudah SMU, sebuah kebiasaan yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya. Bagaimana tidak ngeri, kalau pelajar yang tidak ikut-ikutan-pun ikut diserang ?

Mengapa para pelajar itu begitu sering tawuran, seakan-akan mereka sudah tidak memiliki akal sehat, dan tidak bisa berpikir mana yang berguna dan mana yang tidak ? Mengapa pula para remaja banyak yang terlibat narkoba dan seks bebas ? Apa yang salah dari semua ini ?
Seperti yang sudah diulas dalam artikel lain di situs ini, remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun. Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :
·         Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
·         Masa pubertas (14 - 16 tahun)
·         Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
·         Dan periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat. Orang tua tidak boleh berpikir, "Ya ampun... itu kan hal kecil. Masa kamu tidak bisa menyelesaikannya ? Bodoh sekali kamu !", dan sebagainya. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah jalan keluar ang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya.
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.
Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Kenakalan remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada
Contoh kasus ini sangat jamak terjadi di kehidupan kita, karena itu kami sepakat mengangkat pertanyaan dari seorang pengunjung setia InfoAnak.com menjadi sebuah artikel agar bisa bermanfaat bagi pembaca yang lain.
Berikut ini cuplikan dari pertanyaan seorang Ibu:
Tetangga saya mempunyai seorang anak laki-laki baru berumur 3 tahun, Ayahnya maerantau ke Jakarta. Ibunya kerja di pabrik tidak jauh dari rumah. Setiap hari, anak tersebut ditinggal oleh orangtuanya. Otomatis kurang mendapat perhatian. Kira-kira apakah efek negatif yang akan dialami anak itu baik secara psikologi maupun perkembangan kecerdasan anak tersebut?
Jawab:
Anda orang  yang peduli dan perhatian sekali dengan anak, sungguh sangat menyenangkan mempunyai tetangga yang peduli dengan sesama.
Dengan sangat terbatasnya informasi, saya akan menjawab pertanyaan Anda.
Baik dan buruknya anak tergantung bagaimana orang tua mengasuh dan mendidik anak. Saat ini, karena sudah merupakan tuntutan banyak ibu yang bekerja, bahkan sampai keduanya berpisah kota hanya untuk memenuhi nafkah keluarga, seperti yang dialami oleh tetangga Anda. Namun keadaan yang terjadi bukanlah suatu akhir yang buruk, tetapi bagaimana kita bisa menyikapi secara positif dari segala keadaan.  Nah, untuk ibu yang bekerja, belum tentu akan berkibat buruk kepada anak, tetapi bagaimana orang tua mengasuh dan mendidik anaknyalah yang akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan dari anak. Berkaitan dengan kasus tetangga anda, meskipun ayah berbeda kota dan ibu bekerja,   tetapi  jika hubungan dalam keluarga bisa saling mengisi, terutama ibu bisa berperan ganda untuk anak, maka kemampuan anak masih dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan ibu:
  1. Ketika ibu bekerja, siapakah pengganti dari ibu, karena peran pengganti figur ibu juga menentukan keoptimalan dari perkembangan anak. Untuk ibu perlu bekerja sama dengan pengasuh agar dapat  terus memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu harus aktif mencari tahu segala informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak.
  2. Ibu harus meluangkan waktu untuk memenuhi waktu yang hilang bersama dengan anak. Dengan demikian kedekatan emosional masih terus terjaga dan ibu bisa terus memberikan stimulus pada anak supaya pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang secara optimal.
  3. Anak yang tumbuh dengan sehat maka kemampuannya juga akan berkembang dengan baik, dengan kata lain anak yang sehat secara fisik maka kecerdasannya juga akan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.
  4. Kecuali jika ada kasus-kasus khusus pada anak, misalnya autis, hiperaktif, dll maka hal ini diperlukan penanganan khusus.
Untuk Anda yang baik hati, Anda dapat membantu tetangga Anda dengan memberikan dukungan untuk selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak. Banyak sekali informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak dan bagaimana kita merangsang pertumbuhan dan perkembangan agar anak dapat berkembang secara optimal. Untuk anaknya,  jika di lingkungan anda ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), maka akan lebih baik jika si anak diajak untuk ikut, karena disana ia akan belajar bersosialisasi dan mengembangkan keterampilannya sehingga dapat meningkatkan kecerdasan anak.
·          

  • Hal-hal yang perlu diterapkan dalam usaha mendisiplinkan anak :
  •  Mulailah dari hal-hal yang kecil dulu, kemudian secara bertahap ke tingkat selanjutnya.
  •   Awal dari disiplin adalah komunikasi yang baik dan sederhana.
  •   Konsisten pada aturan disiplin yang telah dibuat.
  •  Konsisten antara ayah-ibu supaya tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Buatlah kesepakatan tentang peraturan yang harus dijalankan di rumah.
  •  Terapkan pemberian reward dan punishment (hukuman).
  •  Pemberian perintah dan aturan yang disertai dengan penjelasan mengapa harus begini, mengapa harus begitu.
  •  Mendampingi anak mengerjakan apa yang diperintahkan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan, misalnya pada saat anak disuruh membereskan mainannya.
  •  Teknik disiplin yang digunakan, sebaiknya memakai dialog yang penuh kasih sayang dan kehangatan.
  •  Bahasa yang digunakan sebaiknya yang sederhana saja, apalagi si anak masih tergolong balita. Gunakan juga bahasa anak ( berdasarkan pada pola pikir animisme anak ) . Dengan demikian si anak akan lebih bisa menerimanya.
  •  Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga bahaya dari luar / sisi negatifnya bisa diminimalkan.
  •  Perhatikan usia anak. Aturan disiplin akan berbeda-beda pada tiap tingkatan tahap perkembangan. Bila masih kecil (baru 1-2 tahun), kesabaran sangatlah mutlak karena mereka cenderung egosentris. Jadi, maklumlah.
  •  Hormati perasaan anak dan hargai juga waktunya.
  •  Berikan pilihan / alternatif.
  •  Kerahasiaan aturan disiplin supaya tidak menjatuhkan harga diri si anak.
  •  Peringatkan lebih awal tentang apa-apa yang harus dilakukannya supaya ia bisa bersiap-siap untuk aturan tersebut.
  •  Berikan perintah dengan tegas dan lebih spesifik.
  •  Tekankan pada hal-hal positif.
  •   Ketidaksetujuan baiknya ditujukan pada perilaku si anak, bukan si anak itu sendiri.
  •  Berikan contoh / teladan yang baik karena anak-anak bisa meniru perilaku orang tuanya. Dengan demikian, oang tua bukan hanya sebagai penegak aturan tetapi juga pelaksana aturan.
  •  Sertakan rasa humor.
Hal-hal yang harus dihindari dalam usaha mendisiplinkan anak :
§  Terlalu sering memberi ancaman (lebih-lebih pada anak yang pandai) karena ia malah akan balik menantang.
§  Mendisiplinkan anak dalam keadaan emosi.
§  Aturan disiplin yang memaksa, otoriter, keras dan sangat ketat.
§  Selalu mengatakan, “Aku ingin …” ( bagi orang tua ).
§  Orang tua itu sendiri tidak disiplin, sehingga si anak pun menirunya.
 Aturan-aturan yang penting saat memberikan reward kepada anak :
§  Hadiah diberikan dengan tujuan tertentu, sebagai dorongan pada anak untuk tetap mempertahankan tingkah laku atau prestasinya yang baik.
§  Bila tujuannya ingin mengubah tingkah laku anak sebaiknya jangan memberikan hadiah barang, kecuali untuk pertama kali dalam jangka waktu yang panjang, misalnya saat anak masuk sekolah,  belikan tas atau buku.
§  Bila anak sudah terlanjur menyukai hadiah barang, ubahlah dengan sikap yang sabar, ulet, dan konsisten. Perubahan ke hadiah non-barang pun harus dilakukan secara bertahap dan jangan memaksa.
§  Kekompakan antara ayah dan ibu dalam memberikan reward.
§  Bila akan memberikan hadiah non-barang, lakukan dengan sungguh-sungguh, dalma arti ungkapan kasih sayang, seperti pelukan atau ciuman diberi dengan tulus.
§  Konsisten dalam memberi hadiah non-barang.
§  Hadiah non-barang harus proporsional, efisien, dan tepat waktu.
§  Adakan evaluasi seusai hadiah diberikan, apakah ada penguatan perilaku pada anak.
§  Reward jangan diberikan secara berlebih-lebihan.
§  Reward baiknya berujung pada reinforcement positif.
 Aturan-aturan yang penting saat memberikan hukuman kepada anak :
§  Jangan berikan pada anak yang masih tergolong balita karena mereka belum mengerti alasan mengapa mereka dihukum, akibatnya mereka bisa menjadi frustasi.
§  Hukuman harus bersifat mendidik.
§  Informasikan terlebih dahulu akan adanya sanksi tertentu dari perilakunya yang tidak menyenangkan orang tuanya.
§  Adakan evaluasi seusai hukuman diberikan, apakah ada perubahan kesadaran dalam diri si anak.
§  Jangan lakukan hukuman di bawah pengaruh emosi yang tak terkontrol.
§  Hindarkan hukuman fisik. 
§  Berikan hukuman dengan tegas. Bila anak merengek jangan langsung lemah hati dan nyerah.
§  Perhatikan korelasi antara hukuman dengan perilaku.
§  Hukuman badan hanyalah dipandang sebagai jalan terakhir.
 Beberapa fakta mengapa hadiah barang  bisa menjadi tidak efektif :
§  Anak menjadi materialistis.
§  Anak menjadi konsumtif.
§  Orang tua bisa tekor.
§  Anak bersikap baik bukan karena kesadaran diri, tetapi karena keinginan untuk mendapatkan barang tersebut.
Beberapa fakta mengapa hukuman badan bisa menjadi tidak efektif :
§  Anak menjadi frustasi.
§  Anak bisa menjadi resisten (kebal) terhadap hukuman tersebut.
§  Anak cenderung membiarkan dirinya dihukum daripada melakukan perbuatan yang diharapkan kepadanya.
§  Anak cenderung melampiaskan kekesalannya pada hukuman tersebut dengan memukul anak lain.
§  Menimbulkan dampak psikologis jangka panjang, di mana rasa marah, sakit hati dan jengkel akan dipendam selamanya oleh si anak.
§  Akan terbentuk rasa ketidakberdayaan (sense of helplesness)
§  Anak tidak akan belajar apapun dari hukuman badan.
Baik reward maupun hukuman, janganlah asal-asal diberikan, melainkan harus mapu membangun / mengukuhkan konsep diri di individu.  Waktu diberikannya reward atau hukuman pun harus langsung pada saat perilaku yang diinginkan / tidak diinginkan itu terjadi. Jangan menundanya terlalu lama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar