Rabu, 22 Desember 2010

PPH 22,23,24,29


BAB I
Pengertian PPh Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang di pungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah maupun pemerintah daerah , instansi , lembaga pemreintah ataunstansi , lembaga pemreintah atau lembaga lembaga negaara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang , dan barang barang tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan denagan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain .
Dalam hukum pengenaan pajak penghasilan pajak pasal 22 adalah pasal 22 undang undang pajak penghasilan, selanjutnya di ikuti dengan keputusan menteri keuangan , terakhir dengan keputusan menteri keuangan nomor 236/KMK/03/2003 sebagai perubahan keputusan menteri nomor 254/KMK.03/2001.keptusan menteri keunagan terakhir ini berlaku sejak tanggal di tetap dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 2 januari 2003.
Pemungut Pajak
Pemungut pajak penghasilan pasal 22 adalah :
a.      Bank devisa dan direktorat jenderal bea dan cukai atas impor barang
b.      Direktorat jenderal anggara , bendaharawan pemrintah baik di tingkat peerintah pusat maupun di tingkat pemerintah daerah,yang melakukan pembayaran atas pembelian barang ,dipungut saat pembayaran.
c.       Badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah , yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber  dari APBN,APBD,kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;di pungut saat pembayaran.
d.      Bank Indonesia (BI),BPPN,BULOG,TELKOM,PLN,PT GARUDA INDONESIA,PT INDOSAT,PT KRAKATAU STEEL,PERTAMINA ,dll
e.      Badan usaha yyang bergerak dalam bidang usaha industry yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak,ats penjualan  hasil produksi di dalam negeri.
f.        Pertamina serta badan usaha lainnya yana bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix,super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya : di pungut saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang
g.      Industri dan pengekspor yang bergerak dalam sector pehutanan ,perikanan,perkebunan,yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atas pembelian bahan bahan untuk keperluan industry atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul : dipungut saat pembelian


Saat Terutangnya
Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dilakukan oleh pihak pihak yang di atur pada pasal 22 ayat 1 undang undang pajak penghasilan,terutang pada saat pembayaran kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan .
Tarif Pajak
Besarnya pemungutan pajak penghasilan 22 adalah ;
1.      Atas impor
a)      Yang menggunakan angka importer (API) , Besarnya pemungutan PPh pasal 22 adalah sebesar 2,5 % dari nilai impor
b)      Yang tidak menggunakan API Besarnya pemungutan sebesar 7,5 % dari nilai impor
c)      Yang tidak dikuasai sebesar 7,5 % dari harga jual lelang.
2.      Atas pembelian barang yang di pungut dalam butir  2,3,dan 4 sebesar 1,5% dari harga pembelian
3.      Atas penjualan hasil produksi atau pembelian dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dalam industry,bahan bakar minyak,dll
a)      Di bidang industri rokok sebesar 0,15 % dari harga brandol dan bersifat final
b)      Di bidang industry yang bergerak dalam sector perikanan,perhutanan,dll sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk absen
c)      Di bidang industry baja sesar 0,3% dari dasar pengenaan pajak
d)      Di bidang industry dalam semen sebesar  0,25%
e)      Di bidang industry kertas sebesar o,1%
f)       Semua jenis kendaraan bermotor sebesar 0,45%
4.      Yang di tetapkan ileh pemerintah untuk pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar minyak :


SPBU swastanisasi
SPBU pertamina
a.premium
0,3%x penjualan
0,25%xpenjualan
    Solar
0,3%x penjualan
0,25%xpenjualan
    Premix/sUper TT
0,3%x penjualan
0,25%xpenjualan
B.Minyak tanah  

0,30%xpenjualan
c. gas LPG

0,30%xpenjualan
d.pelumas

0,30%xpenjualan

5.      Yang diterapkan pada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP tang dapat menunjukan NPWP
Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
1. Atas kegiatan impor barang PPh pasal terutang pada saat bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk
2. Atas kegiatan pembelian barang dan dipungut saat pembayaran
3. Atas pembelian hasil produk dan di pungut saat penjualan
4. Atas penjualan hasil produksi atau pengolahan barang,di pungut pada saat penerbitan surat  perintah pengeluaran barang
5. Atas pembelian barang atau bahan bahan oleh pemungut butir 2,3,4,7 dilakukan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nam wajib pajak ke pajak ke bank presepsi atau kantor pos.

Dikecualikan dari Pemungutan Pajak
1)                                    Impor barang berdasarkan peraturan undang undang tidak terutang pajak penghasilan
2)                                    Impor barang yang di bebaskan :
ü  Barang perwakilan Negara asing besrta para penjabatnya yang bertugas di Indonesia asas timbale balik
ü  Barang untuk keperluan badan internasional yang di akui dan terdaftar dan tidak memegang paspor
ü  Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah,dll
ü  Untuk keperluan museum,dll yang terbuka untuk umum
ü  Untuk keperluan ilmu oengetahuan dan pengembangan
ü  Untuk kaum netra dan penyandang cacat lainya
ü  Peti atau kemasan
ü  Barang pindahan
ü  Barang pribadi penumpang
ü  Barang yang di impor pemerintah pusat atau daerah yang di tunjukan untuk kepentingan umum
ü  Persenjataan,amunisi,,dll
ü  Barang dan bahan untuk keperluan pertahan dan keperluan Negara
ü  Vaksin polio dalam rangka PIN
ü  BUKU BUKU PELAJARAN UMUM,KITAB SUCI,DLL
ü  Kapal laut,kapal angkutan sungai ,dll yang membawa suku cadand  untuk penyelamatan
ü  Pesawat udara
ü  Kereta api untuk perbaikan pemeliharaan yang di impor dan digunakan ole pt Kereta api inonesia
ü  Peralatan untuk penyediaan data batas dan foto udar wilayah Indonesia

3)         Jika pada waktu impornya dikembalikan untuk ekspor kembali
4)                           Pembayaran yang jumlahnya Rp.1000.000,00
5)                           Pembayaran untuk pembelian bhan nakar
6)                           Emas batangan yang dip roses menjadi perhiasan untuk tujuan ekspor
7)                           Pencairaan dana jarring pengaman social oleh kantor pebendarahaan dank as Negara
8)                           Impor kembali
9)                           Pembayaran untuk pembelian gabah oleh bulog

Tata Cara Pemungutan, Penyebaran dan Pelaporannya
1)      Pemungutan pajak atas barang impor oleh pemungut dengan cara penyetoran oleh pengimpor yang bersangkutan
2)      Atas pembelian barang oleh pemungut dengan cara pemungutan dan penyetoran atas nam wajib pajak
3)      Atas penjualan hasil produksi dengan cara penyetoran dan pemungutan oatas nama wajib pajak dilakukan secara kolektif dengan menggunakan SPP dan diterbitkan bukti dalam rangkap 3
4)      Atas penjualan hasil produksi dalam butir 6 dengan cara pentetoramnya oleh agen, atau pembeli lainnya atas pemungutan diterbitkan bukti pemungutan.


BAB II
Pengertian PPh Pasal 23
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang di potomg Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23v adalah Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;Kep.Dirjen.
Pemotong Pajak
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (pemberi hasil) adalah sebagai berikut:
1.      Badan pemerintah;
2.      Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3.      Penyelenggara kegiatan;
4.      Bentuk Usaha Tetap;
5.      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6.      Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu.
Saat  Terutangnya
            Pemotong pajak penghasilan oleh pihak-pihak sebagai pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan tergantung pada peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Tarif dan Objek Pajak
                Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1.       Sebesar  15 % dari jumlah bruto atas:
a.       Deviden,
b.      Bunga,
c.       Royalti,
d.      Hadiah,penghargaan,bonus,dan sejenis lainnya
2.       Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
a.       Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,kecuali sewa dan penghasilan lain sehubumgan dengan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);dan
b.      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
3.       Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan seperti pada butir 1 dan 2 tidak memiliki NPWP,besarnya tarif pemotongan yaitu menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif sebagaimana ditetapkan pada butir 1 dan 2.
Bukan Objek Pajak
                Tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah :
1.       Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank;
2.       Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3.       Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam Negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
a.       Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b.      Bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima Deviden,kepemilikan saham yang  memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
4.       Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
5.       Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia;
6.       Sisa Hasil Usaha Koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
7.       Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, Sesuai Keputusan Menteri Keuangan telah ditetapkan batas jumlah sebesar Rp240.000,00 setiap bulan yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya;
Atas bunga simpanan yang jumlahnya di atas Rp 240.000,00 dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari seluruh bunga yang diterima dan bersifat final.

Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan
1.       Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan;
2.       Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak;
3.       Pemotong Pajak PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir;
4.       Pemotong Pajak PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
BAB III
Pengkreditan Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24)
Pajak penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri. Pengkreditan pajak  luar negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diikuti dengan Keputusan Wajib Pajak Luar Negeri yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 19 April 2002.
Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan perkreditan pajak luar negeri. Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak dengan melampirkan:
1.      Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2.      Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3.      Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Perlakuan Perpajakan dan Penentuan Sumber Penghasilan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau  terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanya pajak langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Dalam perhitungan batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan oleh:
1.      Penghasilan dari saham
2.      Penghasilan berupa bunga dan royalti
3.      Penghasilan berupa sewa
4.      Penghasilan berupa imbalan
5.      Penghasilan bentuk usaha tetap
6.      Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambang
7.      Keuntungan karena pengalihan harta
8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap

Penggabungan Penghasilan
Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri, baik dari negeri maupun luar negeri, maka seluruh Penghasilan Wajib Pajak tersebut digabungkan.
Untuk penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan untuk:
1.      Penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut
2.      Penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya penghasilan tersebut
3.      Penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi kerugian yang diderita di luar negeri.
Saat Penggabungan Penghasilan
Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak ternyata terjadi penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang teruang di Indonesia.
 Pengkreditan Pajak tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri
Prinsip dasarnya, Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan kena pajak yang dihitung atas dasar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Pasal 18 ayat(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan menetapkan saat diperoleh deviden atas pernyataan modal usaha luar negeri selain badan usaha yang manual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan:
1.      Penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri sekuran-kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor
2.      Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal sebesar 50% atau lebih dari jumlah saham yang disetor
Penghasilan Wajib Pajak Dikenakan Pajak Bersifat Final
Mengacu pada Pasal 4 Ayat(2) yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur Objek Pajak yang pengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan Peraturan Pemerintah).
BAB IV
Angsuran PPh badan pasal 25
Besarnya PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha  dengan hak opsi (financial lease) adalah sejumlah PPh yang dihitung bredasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk th pajak yang lalu dibagi 12.
Angsuran PPh pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusan mengenei kelebihan pembayaran pajak.
Apabila PPh yang terutang menurut SPT  pajak penghasilan tahun pajak yang lalu lebih kecil dari jumlah PPh yang telaah dibayar, dipotong, atau ndipungut selama tahun pajak yang bersangkutan , dan oleh karena itu Wp mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan utang pajak lain, sebelum Dirjen Pajak memberikan keputusan mengenai  pengembalian atau perhitungan kelebihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk setiap bulan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir  dari tahun pajak yang lalu.
Serelah dikeluarkan keputusan Dirjen Pajak, angsuran pajak untuk bulan berikutnya setelah tanggal keputusan itu, dihitung berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.
Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25
berdasarkan Pasal 25 UU PPh besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat PemberitahuanTahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
1.      Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2.      Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Masalahnya adalah dengan adanya tarif PPh yang baru maka jika angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 menggunakan dasar SPT Tahunan PPh tahun 2009 maka angsuran yang akan dilakukan tidak mencerminkan PPh yang akan terutang atas penghasilan selama tahun 2010 karena PPh yang akan terutang di tahun 2010 menggunakan tarif baru (25%) sedangkan angsuran PPh Pasal 25 masih menggunakan tarif yang lama (28%).
Ketentuan UU perpajakan mengatur penyetoran dan pelaporan Pph pasal 25 adala sbb :
1)      Pph 25 dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya.
2)      WP diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dalam bentu SSP (Surat Setoran Pajak) lembar ketiga.
WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding sesuai ketentuan pasal 6 ayat (2). Besarnya angsuran Pph pasal 25 dalam hal wajib pajak berhak atas kompensai kerugian adalah sebesar Pph yang dihitung dengan dasar perhitungtan dikurangi dengan Pph yang dipotong atau dipungut serta Pph yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, 22, 23, 24, kemudian dibagi 12 (banyaknya bulan dalam tahun pajak).
Dasar perhitungan Pph di atas adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT Tahunan Pph Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya (WP Bank, WP Sewa Guna Usaha, dan WP BUMN/BUMD).Apabila SPT Tahunan Pph Tahun Pajak yang lalu atas dasar perhitungan lainnya ternyata rugi, maka Pph pasal 25 adalah NIHIL.
Contoh :
a.      Penghasilan neto PT A tahun 2009                                  Rp 120.000.000,00
b.      Sisa kerugian tahun sebelumnya (msh kompensasi)       (Rp 150.000.000,00)
c.       Sisa kerugian yang belum dikompensasikan                   Rp 30.000.000,00
d.      Pph tahun 2009                                                      NIHIL
e.      Kredit pajak (pasal  21,22,23,24)                                     Rp   2.000.000,00
                                                                                         Rp   2.000.000,00
f.        Pph pasal 25 tahun 2009                                                 Rp 30.000.000,00
Pajak yang kurang/lebih bayar                                        Rp 32.000.000,00
perhitungan Pph pasal 25  tahun 2010 dilakukan :
penghasilan neto PT  A tahun 2009                                 Rp 120.000.000,00
sisa kerugian yang belum  dikompensasikan th 2009     Rp   30.000.000,00
penghasilan kena pajak                                                   Rp   90.000.000,00
Pph terutang dasr perhitungan PPh pasal 25
28% x Rp 90.000.000,00                          =  Rp 25.200.000,00
PPh pasal 25 perbulan tahun 2010
(Rp 25.200.000,00 – Rp 2.000.000,00)     = Rp 1. 933.330,00
                              12
                                                             BAB V     

                                                              Pengertian PPh PASAL 29
 Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan."

                                                 Tenggat Waktu Pembayaran PPh pasal 29
 
 Batas akhir pembayaran PPh Pasal 29 diatur paling lambat tanggal 25 Maret. Ini akan mengurangi menumpuknya pembayaran di akhir MaretDengan diubahnya tahun anggaran sama dengan tahun takwim, ketentuan tersebut menjadi tidak lagi relevan, karena penerimaan tahun berjalan tidak terpengaruh walaupun disetor lewat tanggal 25 Maret.
 Di lain pihak masih berlakunya ketentuan tersebut, dapat membuat sulit wajib pajak tertentu walaupun dia tidak bermaksud untuk tidak patuh. Di sinilah saya berpendapat, bahwa batas akhir pembayaran PPh Pasal 29 yang tanggal 25 Maret tidak lagi relevan. Sebaiknya diatur kembali dengan ketentuan “disetor sebelum dimasukkannya SPT PPh”.
            Kita semua tahu, bahwa ketentuan ini masih berlaku karena memang diatur oleh undang-undang yang hanya bisa diubah dengan undang-undang juga. Dan mengubah undang-undang tidak mudah.
Akan tetapi Direktur Jenderal Pajak mempunyai kewenangan diskresi untuk menghapuskan sanksi administrasi. Jadi wajib pajak yang membayar PPh Pasal 29 setelah tanggal 25 Maret, tapi tidak lewat tanggal 31 Maret (batas akhir penyampaian SPT PPh) diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi.
 Bahwa Direktur Jenderal Pajak mempunyai kewenangan diskresi, dapat ditunjukkan dalam “sunset policy” sebagaimana disebutkan dalam Pengumuman DJP Nomor: 02/PJ.09/2008 tanggal 24 Maret 2008. Bahwa wajib pajak diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi dan tidak akan dilakukan pemeriksaan apabila memenuhi ketentuan dalam pengumuman tersebut.

Adjustment PPh pasal 29
1. Pada saat pembayaran PPh Pasal 25 setiap Masa Pajak :
    Pajak Dibayar Dimuka sebesar Rp. xxx (Dr)
    Kas/Bank sebesar Rp. xxx (Cr)
2. Pada saat 31 Dec (periode pembukuan ditutup) :
    Laba Ditahan sebesar Rp. xx (Dr) >> sebesar PPh Terutang.
    Hutang PPh sebesar Rp. xx (Cr) >> sebesar PPh Terutang.

3. Pada saat pembayaran PPh Pasal 29, maka transaksinya adalah transaksi Neraca yaitu :
    Hutang PPh di DEBET sebesar PPh Terutang
    Pajak Dibayar Dimuka di KREDIT.

Jika :
A. Pajak Dibayar Dimuka > Hutang PPh, maka SPT PPh Badan akan berstatus Lebih Bayar.
Nilai Lebih Bayar tsb adalah sebesar sisa Pajak Dibayar Dimuka.

B. Pajak Dibayar Dimuka < Hutang PPh, maka SPT PPh Badan akan berstatus Kurang Bayar.
Nilainya adalah Hutang PPh- Pajak Dibayar Dimuka

4. Contoh perhitungn

Akuntansi Untuk Mencatat Pengkreditan Uang Muka Pajak Dengan Hutang Pajak
Penghasilan Pasal 29

Dari soal diatas PT. Maju Mundur
Perhitungan kekurangan pembayaran pajakHutang pajak penghasilan pasal 29 Rp. 2.982.500.000,-
Kredit uang muka pajakPPh pasal 22Rp. 150.000.000,- PPh pasal 23
Rp. 0.- PPh pasal 24 Rp. 60.000.000,- PPh pasal 25
( 12 x Rp. 100.000.000 )
Rp. 1.200.000.000,- ------------------------ Total kredit uang muka pajak Rp. 1.410.000.000,- ------------------------Pajak yang
kurang dibayar Rp. 1.572.500.000,-
Akuntansi untuk mencatat transaksi ini oleh PT. Maju Mundur
Akuntansi untuk mecatat transaksi pengkreditan uang muka pajak ke hutang pajak penghasilan pasal 29Dr. Hutang
pajak penghasilan pasal 29
Rp. 1.410.000.000,-
Cr. Uang muka pph pasal 22 Rp. 150.000.000,- Cr. Uang muka pph pasal 24
Rp. 60.000.000,- Cr. Uang muka pph pasal 25
Rp. 1.200.000.000,
Akuntansi untuk mencatat pelunasan pph pasal 29 Dr. Hutang pajak penghasilan pasal 29 Rp. 1.572.500.000,- Cr. Kas/
Bank Rp. 1.572.500.000,-
Akuntansi untuk mencatat transaksi apabila hutang pajak penghasilan pasal 29 adalah kelebihan bayar.
Misalkan pada contoh kasus diatas laba perusahaan setelah koreksi fiskal dan kompensasi kerugian adalah
Rp.4.200.000.000,- sedangkan uang mukanya seluruhnya dapat dikreditkan maka akutansi untuk mencatat transaksi
tersebut adalah:
Perhitungan beban pajak kiniRp. 50.000.000x 10%
= Rp. 5.000.000,-
Rp. 50.000.000x 15%= Rp. 7.500.000,-Rp. 4.100.000.000x 30%= Rp.1.230.000.000,- ------------------------ Total
beban pajak kini Rp. 1.242.500.000,-
Akuntansi untuk mencatat beban pajak kini Dr. Beban pajak kini Rp. 1.242.500.000 Cr. Hutang pph pasal 29 Rp.
1.242.500.000,-
Perhitungan kelebihan pembayaran pajakHutang pajak penghasilan pasal 29 Rp. 1.242.500.000,-
Kredit uang muka pajakPPh pasal 22Rp. 150.000.000,-
PPh pasal 23 Rp. 0.- PPh pasal 24 Rp. 60.000.000,- PPh pasal 25
( 12 x Rp. 100.000.000 )
Rp. 1.200.000.000,- ------------------------ Total kredit uang muka pajak Rp. 1.410.000.000,- ------------------------Pajak yang
lebih dibayar Rp. 167.500.000,-
Akuntansi untuk mencatat transaksi ini oleh PT. Maju Mundur
Akuntansi untuk mecatat transaksi pengkreditan uang muka pajak ke hutang pajak penghasilan pasal 29Dr. Hutang
pajak penghasilan pasal 29
Rp. 1.242.500.000,-
Dr. Cadangan klaim lebih bayar pajak Rp. 167.500.000,- Cr. Uang muka pph pasal 22 Rp. 150.000.000,-
Cr. Uang muka pph pasal 24 Rp. 60.000.000,- Cr. Uang muka pph pasal 25 Rp. 1.200.000.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar